Opini Oleh Effendi Ishak
Faktual.Net, Jakarta. Hampir dapat dipastikan, bahwa bagi seorang hamba yang telah sampai pada puncak pengalaman spritual-religiusnya, sungguh meyakini bahwa : semua aktivitas fisik dan psikis seorang manusia yang totalitasnya dikategorikan sebagai perbuatan baik ,mulia, terpuji, dan selalu menyesuaikan dengan ridha dan kehendak Allah, itu adalah akibat rahmat Allah yang memasuki dan mengilhami seluruh gerak totalitas aktivitas seorang individu hamba Allah.
Atas dasar pemikiran ini, maka seluruh jaringan kerja yang organis pada individu seorang manusia sebagai hamba Allah, meliputi : kognisi (aspek rasional, pemikiran, keyakinan), afeksi (aspek kejiwaan, rasa dan perasaan), dan psikomotorik (aspek tindakan atau gerak fisik yang terarah), dan kemudian satu sama lain terkoneksi secara sadar dan terkoordinasi secara sinergis untuk suatu aktivitas dan perbuatan mulia dan terpuji. Itu bisa terjadi karena rakhmat Allah.
Seorang hamba yang dengan pengalaman mistis-spritualnya, merasakan dan menyaksikan, betapa manusia sebagai hamba Allah, jika ada dorongan atau getaran hati yang membimbingnya dan memperkuat keyakinannya untuk melakukan tindakan mulia dan terpuji yang diridhai Allah, meskipun dilakukan tampak luarnya sangat sulit dan berat, tapi baginya ringan, mudah dan sangat nyaman, semua itu akibat adanya suatu energi dan dorongan yang meliputi totalitas diri sang hamba. Dorongan itulah yang mengkoordinasikan aspek kognisi, afeksi dan psikomotorik sang hamba. Kemudian dorongan itu dikenal sebagai Rakhmat Allah telah mengalir dan memenuhi hati seorang hamba Allah.
Bahkan dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Al Mankadir, dari Jabir Radhiallahu Anhu : suatu ketika Rasulullah didatangi malaikat Jibril dan sang malaikat bercerita kepada Baginda Rasulullah, Kata Jibril : “Wahai Muhammad, dahulu kala ada seorang hamba Allah yang beribadah kepada Allah selama 500 tahun siang dan malam, dia memuja dan memuji Allah dia berzikir dan memuliakan Allah, dia shalat serta menjalankan perintah Allah dan meninggalkan semua hal yang dilarang Allah.”
Dia tinggal di sebuah pulau kecil dan pada pulau itu ada sebuah bukit dan di bukit itu ada satu sumber mata air yang sangat jernih dan segar lalu didekat mata air itu berdiri tegak sebuah pohon delima dan setiap malam pohon delima itu berbuah satu buah delima. Disitulah ahli ibadah itu tinggal, dengan mata air dan pohon delima itu sudah cukup untuk menghidupinya untuk terus beribadah kepada Allah selama 500 tahun.
Suatu hari, ahli ibadah itu meninggal dunia dan datanglah malaikat kepadanya, lalu menyampaikan bahwa dia akan dimasukkan kedalam surga Allah karena disebabkan Rahmat Allah. Maka sang ahli ibadah meminta disampaikan kepada Allah, agar malaikat yang akan memasukkannya kedalam surga itu, menyampaikan permintaannya kepada Allah, agar dia dimasukkan kedalam surga Allah karena ibadahnya yang maksimal selama 500 tahun itu. Karena sang akhli ibadah merasa selama 500 tahun dia beribadah yang luar biasa itu menurutnya, adalah wajar dan layak menyebabkannya mendapatkan surga Allah.
Permohonan ahli ibadah itupun disampaikan oleh malaikat kepada Allah dan Allah tetap kepada ketetapanNya, bahwa ahli ibadah itu dimasukkan kedalam surga adalah semata karena rakhmatNya bukan karena ibadahnya yang luar biasa maksimal dan ikhlas serta istiqamah atau terus menerus. Sampai tiga kali permohonan ahli ibadah dan tiga kali juga ditolak oleh Allah subhanahu wata’ala, bahwa Allah berketetapan bahwa hamba Nya itu, masuk kedalam surga itu adalah karena rahmatnya, bukan karena ibadahnya yang sangat maksimal itu.
Tetapi karena ahli ibadah memohon berkali-kali, dia masuk surga karena ibadahnya bukan karena rahmat Allah: maka dihitunglah besarnya pahala ibadahnya dibanding rahmat Allah. Maka jika ibadahnya melebihi rahmat Allah, maka dia akan masuk surga dan sebaliknya jika rahmat Allah melebihi hasil ibadahnya, maka sang ahli ibadah akan masuk neraka.
Maka kemudian dihitunglah amal ibadah sang hamba dibanding rahmat Allah dan hasil akhirnya sang ahli ibadah diharuskan masuk neraka. Maka seketika itu juga sang ahli ibadah memohon ampun kepada Allah dan menyetujui bahwa dia sesungguhnya dapat mencapai dan masuk sorga Allah adalah karena rahmat Allah subhabahu wata’ala.
Karena pesan yang disampaikan melalui kisah ini tentang seorang ahli ibadah yang istiqamah itu, yaitu cerita Jibril kepada Baginda Rasulullah : bahwa kita hidup dalam kuasa dan genggamanNya, maka rahmat dari Allah SWT itulah yang mendorong dan menggerakkan kita untuk beribadah kepadaNya dan untuk berbuat kebajikan dan kemaslahatan, kemuliaan serta segala hal yang terpuji disisi Allah subhanahu wata’ala.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Syech Ibnu Atha’illah Al Iskandariah, sufi dari kota Iskandariah, Mesir, betapa karunia dari Allah berupa rahmat-Nya itulah yang menolong dan menyelamatkan totalitas nasib dan keselamatan kita.
Artinya hasrat, niat dan kemauan untuk tunduk dan ta’at kepada Allah subhanahu wata’ala saja kemudian melakukan segala sesuatu yang : baik, terpuji, terhormat, mulia dan bermartabat lalu bermanfaat bagi lingkungan dan sesama manusia, tidak akan mungkin dilakukan oleh manusia tanpa karunia dari Allah, yaitu datangnya rahmat Allah yang menyelinap dan memasuki dan memenuhi hati nurani kita.
Baginda yang mulia dan berbudi pekerti sangat agung : Muhammad Bin Abdullah Bin Abdul Muthalib, Beliau Rasullullah bersabda :
“Tidak ada amalan seseorang pun yang bisa memasukkannya kedalam sorga dan menyelamatkannya dari api neraka, tidak juga denganku (Muhammad SAW), kecuali dengan/ karena rahmat dari Allah subhanahu wata’ala” (HR. Bukhari).
Bayangkan, kita tidak akan mungkin dan tidak akan mampu berbuat kebaikan dan kebajikan, kalau bukan karunia Allah subhanahu wata’ala. Adalah paling bijaksana dalam hidup ini, jika kita selalu fokus dan berharap agar hadirnya rahmat Allah dalam seluruh totalitas hidup kita.
Karena itu, agar rahmat Allah selalu hadir dalam hidup kita, sebagai mana Surah Al-Baqarah (2), ayat 218 : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Seorang manusia akan mendapatkan rahmat Allah, jika dalam aktivitas hidupnya ,dalam setiap saat dan tarikan nafasnya selalu dalam posisi dan berorientasi :(1) Iman, (2) Hijrah dan (3) Jihad.
Iman, adalah setiap detik kehidupan di dunia ini didasari atas dasar keyakinan yang kokoh dan kuat akan adanya Allah SWT, sang pencipta , pemelihara alam semesta dengan segala isinya, keyakinan akan adanya rasul Allah, para malaikat, akan datangnya hari kiamat, kebenaran kitab kitab yang di turunkan dari Allah serta takdir yang ditetapkan untuk manusia.
Iman/keyakinan sebagai fondasi hidup itu, di ekspresikan melalui kesadaran untuk selalu melakukan hijrah atau selalu bermigrasi dan bertransformasi dari semua perbuatan yang tidak sesuai petunjuk, perintah dan ridho Allah menuju hamba yang beradaptasi dan menyesuaikan segala aktifitas hidupnya sesuai dengan perintah dan ridho Allah.
Kemudian Iman dan hijrah itu dilakukan dengan sangat serius dan sungguh sungguh atau disebut Jihad. Maka sang hamba Allah yang melakukan dalam satu kesatuan yang solid : antara iman, hijrah dan jihad, maka itulah yang mengundang datangnya rahmat Allah subhanahu wata’ala.
Wallahu a’lam bis sawab.
Penulis Adalah Ketua Bidang Kebijakan Publik, Pengurus Pusat Muhammadiyah