Faktual.Net, Wakatobi, Sultra. 2020 Pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Wakatobi sebentar lagi akan dimulai. Asumsi Publik telah bermunculan, cocok mencokkan, pasang memasangkan, bahkan ada pula Calon Independen yang mendeklarasikan dirinya untuk maju sebagai penantang Petahana. Tak tinggal diam gerakan kumpul KTP pun telah dilakukan.
Kali ini menarik untuk menyaksikan para partarung untuk memperebutkan kursi nomor satu di Wakatobi. Satu nama yang pasti muncul untuk mencalonkan diri adalah H. Arhawi S.E (Incumbent-Golkar). Petahana mungkin sedikit unggul untuk saat ini, betapa tidak, perolehan kursi DPRD Kabupaten Wakatobi Partai Golkar (Golongan Karya) pada Pemilu 2019 yaitu 9 kursi. Lebih dari cukup sebagai syarat untuk mencalonkan diri sebagai Bupati.
Penantang tangguh berdasarkan asumsi masyarakat masih berasal dari partai moncong putih (PDIP). Entah siapapun figur yang akan di usung oleh partai tersebut. PDIP masih diunggulkan sebagai penantang berat Incumbent.
Sejarah pernah mencatat pada pertarungan politik 3 tahun silam, kader potensial internal partai yang berlambang moncong putih tak di usung oleh sang pemegang remote kontrol. Akankah sejarah itu akan terulang kembali? Untuk itu publik sampai saat ini masih bertanya-tanya siapakah yang kemudian akan diusung oleh partai moncong putih itu.
Dalam teori politik tak ada musuh ataupun kawan yang abadi, yang abadi adalah kepentingan. Karena teori politik itu dinamis maka segala kemungkinan bisa saja terjadi, Termasuk Koalisi GOLKAR-PDIP. Karena ketika koalisi ini terjadi maka dalam hitungan politik diatas kertas incumbent akan melaju dengan mudah menduduki kursi kepemimpinan untuk kedua kalinya. Akankah terjadi koalasi GOLKAR-PDIP?
Alasan penulis kenapa harus terjadi Koalisi GOLKAR-PDIP :
- Dalam hitungan politik PDIP ketika belum bisa mengalahkan petahana maka mereka akan collingdown, karena ketika PDIP menjadi 02 pada 2020 itu akan menguntungkan posisinya pada pertarungan 2024.
- 2016 silam adalah pil pahit bagi PDIP, partai yg berkuasa saat itu dikalahkan oleh PAN yg di Nahkodai Oleh H.Arhawi. Apalagi sekarang H. Arhawi diunggulkan karena posisi itu terbalik. H. Arhawi berada di partai penguasa sedangkan PDIP tidak.
Penulis memprediksi maksimal akan ada tiga pasang calon yg akan bekompetisi. Karena ketika itu terjadi maka konflik horizontal akan terkikis, tetapi ketika pertarungan hanya saja dilakukan oleh dua pasang maka penulis yakin konflik akan sepanas pilkada 2016 silam.
Penulis Adalah Mantan Sekjend DPM Fakultas Hukum UHO 2015-2016.
(Opini Diluar Tanggung Jawab Redaksi)