Faktual.net – Jakarta Pusat, DKI Jakarta – Bertempat di Grha Oikoumene PGI, Jl. Salemba Raya No. 1, Jakarta Pusat kembali PEWARNA Indonesia menggelar acara dengan topik: Menyikapi Aliran Baru Kekristenan yang dikoordinir oleh Elly Simatupang Pengurus PEWARNA Indonesia.
Acara yang berlangsung pada Senin (11/6/2024) Pukul 13.00 WIB tersebut menghadirkan dua doktor yaitu Dr. Pdt. Martin Lukito Sinaga, teolog dari STTF Jakarta, penggagas moderasi di Kementerian RI juga Dr. Asiong P. Munhe yang merupakan Dosen di beberapa Universitas yang juga dari Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Pusat PEWARNA Indonesia.
Acara dimoderatori oleh Rocky Marbun Jurnalis Radio RPK FM.
Elly Simatupang dalam sambutannya. mengucapkan banyak terima kasih atas kehadiran peserta dalam diskusi tersebut.
Martin Sinaga, dalam paparannya, mengungkapkan aliran baru yang sedang diberbincangkan adalah Kristen Progresif. Martin mencoba menjelaskan bahwa Kristen Progresif adalah respon terhadap tantangan zaman modern yang memerlukan pendekatan baru dalam memahami dan mengamalkan ajaran Kristen.
“Kristen Progresif menekankan inklusivitas, keadilan sosial, dan penghargaan terhadap keberagaman. Ini adalah upaya untuk menjawab persoalan-persoalan sosial kontemporer dengan semangat cinta kasih yang universal,” ujarnya.
Menurut Martin Sinaga, gereja-gereja yang mengadopsi paham ini lebih terbuka terhadap dialog lintas agama, kesetaraan gender, dan hak-hak LGBT. Ia menambahkan bahwa ini bukan berarti mengabaikan tradisi, tetapi memperkaya tradisi dengan perspektif yang relevan dengan konteks zaman sekarang.
Kristen progresif ini tidak menjadi persoalan jika terjadi di Eropa dan Amerika yang menganut Kristen liberal. Tetapi inilah tantangan bagi masyarakat kita agar gereja mampu memperkuat diri, terpenting jangan memberi lebel sesat tetapi anggaplah bidah atau sekte saja.
Sementara Ashiong Munthe mencoba menjelaskan bahwa semua aliran itu sebetulnya semua sudah ada sejak dulu, artinya bukan barang baru.
Menurutnya Kristen progresif tersebut tidak ada dasar yang kuat artinya katakan ortodoksinya misalnya Katolik jelas dasarnya demikian juga gereja ortodok itu sendiri.
Pertanyaan yang mengemuka, kalau Kristen Progresif mengajarkan keselamatan itu dengan berbuat baik saja, lalu untuk apa Yesus datang lalu mati di kayu salib?
Karena keselamatan itu bukan hasil usaha kita tetapi karena kasih Allah itu sendiri.
Intinya apa yang ada di Alkitab itulah yang menjadi dasar untuk kita percaya.
Dalam diskusi terjadi interaksi antara nara sumber dan peserta.
Seperti tanggapan dari Ketua Asosiasi Pendeta Indonesia (API) Pdt. Harsanto Adi yang menjelaskan bahwa aliran-aliran baru itu bukan saja di kelompok Kristen saja tetapi juga di kelompok agama-agama lain. Hal inilah yang harus tetap digumuli dan menjadi perhatian bagi gereja dan umat itu sendiri, karena tak bisa dipungkiri bahwa aliran aliran ini akan selalu ada di tengah-tengah pergumulan gereja dan kekristenan.
Sedangkan Pdt Samuel Rewu salah satu Ketua Gereja CMC tak ambil pusing dengan aliran-aliran karena tidak ada pengaruhnya di gereja yang digembalakan.
Masih banyak lagi pertanyaan yang dibagi menjadi dua sesi tersebut Cahyo misalnya adanya aliran itu kritik kepada gereja dan pendeta yang mungkin selama ini tidak memberikan jawaban terhadap persoalan yang ada.
Masih ada Johan Sopaheluwakan yang mempertanyakan kenapa pemerintah memberikan ijin misalnya seperti saksi Yehova di Kristen dan Ahmadiyah di Islam kalau memang dianggap sesat.
Diskusi yang dihadiri sekitar 30 orang nampak hidup. Ketua Umum Vox Point Indonesia yang juga Dewan Pengawas PEWARNA Indonesia yang mengapresiasi adanya diskusi ini sehingga makin banyak info yang didapatkan para peserta dan masyarakat.
Reporter: Johan Sopaheluwakan