September Berdarah Momentum Memperkuat Basis Social Society

Oleh: Rasmin Jaya

Faktual.Net, Kendari, Sultra – Sedarah (September Berdarah) masih menyisakan banyak luka yang mendalam, terhadap kisah tragis yang dialami oleh korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang ada di Sulawesi Tenggara (Sultra).

Sampai sejauh ini belum ada titik kejelasan terhadap supermasi hukum yang berjalan soal penuntasan kasus ini. Hingga menimbulkan banyak pertanyaan dan mosi tidak percaya lagi terhadap institusi kepolisian.

Tagar percuma lapor polisi adalah sebuah titik kimaks dari buntutnya proses penyelesaian kasus. Lewat momen sedarah ini kita jadikan sebagai peringatan bahwa masih banyak deretan pelanggaran HAM yang ada di Sultra dan paling terpenting memperkuat social Society.

Jadikan bulan september hitam ini sebagai evaluasi dan refleksi, untuk memperkuat kekuatan sosial society dan pembangkangan sipil terhadap kesewenang-wenangan negara dengan kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat.

Dengan upaya tersebut bisa memperbanyak basis pro demokrasi dan sikap kritis dalam lingkaran kawula muda mahasiswa.

Pasang naik dan pasang surut pergerakan mahasiswa sudah menjadi masalah yang akut dalam setiap lintasan sejarah. Tak bisa dipungkiri hal tersebut menjadi implikasi dari gambaran desas desus perpolitikan nasional sehingga pembangkangan sipil sering kali terjadi dari kebijakan yang tidak pro terhadap masyarakat.

Deretan pelanggaran HAM semakin hari semakin bertambah. Proses penyelesaianya sangat tersendat-sendat dan terjadi banyak tarik menarik kepentingan.

Kasus pembunuhan Randi dan Yusuf misalnya sudah berjalan 3 tahun tanpa ada proses penuntasan yang jelas sehingga kita semakin ragu dan krisis kepercayaan terhadap institusi kepolisian.

Carut marut gerakan mahasiswa membuat kita sadar bahwa ada berbagai masalah dalam tubuh bangsa ini, khususnya masalah penting yang dihadapi mulai dari isu nasional tentang kenaikan harga BBM bersubsidi, kejahatan lingkungan dan agraria, lemahnya supermasi hukum dan lain-lain.

Hal demikian memperkeruh berbagai suasana, polarisasi semakin tajam dan keretakan sosial meluas akibat drastic akibatnya berdampak pada impilikasi naiknya berbagai kebutuhan mendasar masyarakat. Sehingga kehadiran stekholder sangat di butuhkan untuk menetralisir kekacauan sosial dan kriminalitas.

Kita bisa melihat bagaimana sirkulasi dan permainana politik elit-elit nasional dalam mempengaruhi kebijakan sistem untuk melanggengkan kepentingan golongan maupun kepentingan oligarki secara menyeluruh dalam lingkaran kekuasaan.

Selain menjadi pimpinan partai politik juga menjadi penguasa yang bergerak mengelola sumber daya alam yang ada, migas, batu bara dan sektor pertambangan lainnya.

Isu yang tersebut sangat sentral dan strategis yang berdampak dalam bebagai lini sektor termasuk masyarat menengah ke bawah. Ini isu yang harus kita sikapi bersama karena hanya memperkaya kelompok dan segelintir orang dalam hal memanfaatkan potensi sumber daya yang ada.

Ini semua terjadi karena penguasaan sumber daya material terjadi ketimpangan politik yang ekstrem sehingga terjadi kekacauan dalam sistem maupun dalam struktur pemerintahan dan itulah yang menjadi tol yang mempercepat arus laju cengkraman oligarki di negri kita ini.

Semua mungkin akan terheran-heran dengan kebijakan pemerintah yang selalu kontradiksi dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat karena di pengaruhi banyaknya titipan proyek nasional dan kebijakan yang hanya berpihak kepada segelintir orang.

karena sedari awal pada saat menjelang momentum politik dan pemilu para politisi atau kandidat calon kadang di biayai oleh investor yang akan berkompotensi sehingga di saat para kandidat tersebut menang mereka bisa leluasa menitipkan berbagai kepentingan atau dalam hal ini.

*Politik Balas Budi*

Namun sekarang bisa lebih dari itu para oligarki bisa bermain dalam lini kekuasaan untuk mengontrol sistem pemerintahan dengan tujuan mempertahankan dominasi status quo dan kekayaanya sehingga sumber daya ekonomi dan investasi hanya berputar dalam kelompok kepentingan mereka.

Hegemoni tersebut perlu ada upaya yang serius untuk menetralisir konspirasi yang di bangun oleh para elit politik maupun oligarki tersebut.

Buruknya lagi hari ini indonesia seakan tergantung pada investor luar negri dan terkungkung pada utang dengan skala besar.

Pemulihan ekonomi nasional tak secara serius di lakukan untuk menjaga stabilitas iklim ekonomi agar berjalan sebagaimana mestinya maka dengan hal tersebut situasi genting ini perlu segera direspon.

Sistem politik yang sudah berantakan dan kalau balau perlu segera di luruskan. amanat UUD 1945, Trisakti dan Pancasila harus bisa menjadi cambuk untuk tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Untuk merespon isu itu mahasiswa dan civil society mesti bergerak melakukan konsolidasi gerakan. generasi muda harus menjadi ikon dan garda terdepan dalam perubahan iklim politik, ekonomi dan sosial yang ada dalam bangsa ini.

Negara membutuhkan uluran tangan kita dalam memberikan tranformasi ide dan gagasan untuk pemulihan kondisi yang kritis ini. Peran mahasiswa dan masyarakat tak bisa kita abaikan di tengah situasi krisis kepercayaan dan moralitas terhadap pemimpin kita hari ini.

Sudah saatnya kita beranjak dari kondisi yang nyaman ini, rasanya kita sudah banyak terlena dengan gaya politik dan sirkulasi yang dimainkan oleh para politisi yang hanya sibuk mencari popularitas dan elektabilitas semata tanpa memikirkan nasib rakyatnya, sibuk membangun koalisi dan citra partai itu sendiri.

Jangan sampai kita menjadi generasi yang lemah yang membiarkan kerusakan terus mengakar sehingga menggerogoti sendi-sendi kehidupan masyarakat yang lain dan menjadi penyakit kronis pada bangsa ini yang akut.

Kembali pada sebuah adigum, kondisi yang baik akan melahirkan generasi yang lemah, generasi yang lemah akan melahirkan kondisi yang buruk, kondisi yang buruk akan melahirkan generasi yang kuat dan generasi yang kuat akan menciptakan kondisi yang baik.

Maka olehnya itu marilah kita berpikir bagaimana memikirkan dan menata kondisi bangsa ini ke arah yang lebih baik. Beberapa alternatif memang sudah banyak di pikirkan oleh para ahli untuk keluar dari kungkungan hegemoni para oligarki yang masih bersarang dalam tubuh demokrasi.

Prof. Jeffrey Winters misalnya yang menawarkan merekontruksi agar legislatif yang hari ini sangat sedikit isinya di jadikan big legistive dengan 5000 orang dengan harapan akan memperkecil daya cengkraman lembaga negara dan harga kursinya.

Saran Prof. John mccomik di University Of Chicago yang mengatakan bila DPR, DPD dan MPR semua akan selalu menjadi lembaga yang mewakili kaum kaya.

Dalam bukunya Machiaveli Democracy beliau mengatakan harus membentuk lembaga khusus yang mewakili yang miskin yang dipilih tanpa pemilihan sehingga akan otomatis terpilih perwakilan tiap-tiap daerah dan entitas dengan syarat yang boleh mewakili orang tak berpunya hanyalah orang tak berpunya.

Kemudian yang ke tiga mengubah sistem politik indonesia dengan ciri khas musyawarah mufakat sehingga menghasilkan sistem politik efektif.

Selanjutnya, cara yang paling radikal dan sebisa mungkin dihindari dalam melakukan perubahan adalah revolusi, karena kita harus mengorbankan sumber daya yang ada termasuk nyawa manusia tetapi bahwa tak ada jaminan sepenuhnya kondisi dan situasi bisa baik dengan maksimal yang pasti kita sudah berjuang sebagaimana mestinya.

Penulis Adalah Kader GMNI Kendari.

Tanggapi Berita Ini