Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
EdukasiHumanioraTokoh

Membaca sebagai Titik Tolak Pembelajaran Sastra: Menyambut Sastra Masuk Kurikulum

×

Membaca sebagai Titik Tolak Pembelajaran Sastra: Menyambut Sastra Masuk Kurikulum

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh : (Dr. Abednego Tri Gumono, M.Pd. Dosen Universitas Pelita Harapan, Tangerang)

Faktual.net – Tangerang, Banten – Pada tanggal 19 Mei 2024 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi meluncurkan Program Sastra Masuk Kurikulum.

Example 300x600

Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya literasi anak. Melalui karya sastra peserta didik belajar tentang kepekaan sosial, kematangan emosional, keberbedaan perspektif, toleransi, dan kemampuan nalar kritis.

Program ini walaupun menuai pro dan kontra, adalah bijaksana untuk dapat disambut dan dipersiapkan dengan baik oleh pihak sekolah dan para guru.

Para guru dapat merancangkan pembelajaran sastra yang dapat mencapai tujuan program sastra masuk kurikulum ini.

Bagaimana mengajarkan sastra di sekolah seringkali menjadi pergumulan bagi para pendidik. Pertanyaan itu dimaksudkan kepada pemikiran bagaimana pengajaran sastra yang bermutu sekaligus menarik.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, bijaksana juga jika kita memperhatikan kembali harapan Pramoedya Ananta Toer yang saya nukilkan dari chanel youtube Muhidin M. Dahlan, seorang novelis yang populer, seperti berikut ini. Toer menyatakan bahwa pengajaran sastra harus berangkat dari cara kita memandang sastra.

Sastra adalah ilmu pengetahuan. Sastra adalah seperangkat metode untuk membaca dan membongkar realitas. Sastra bukan karya iseng, melainkan memiliki visi sehingga bisa dipertanggungjawabkan.

Menulis sastra adalah tindakan bervisi. Apa visi itu? Visi adalah value kebenaran, keadilan melalui pengisahan yang dikawal tindakan.

Sastra adalah produk visi yang kreatif. Sastra juga harus transformasional dan membawa perubahan.

Pernyataan Toer tersebut menginformasikan kepada kita tentang kapasitas sastra yang sedemikian penting di dalam mengusung sebuah visi.

Bagi Toer, mengajarkan sastra tidak harus dihabiskan di ruang kelas saja. Anak-anak dapat dibawa ke ruang baca atau perpustakaan untuk melakukan riset fenomena sosial yang dapat dijadikan bahan-bahan menulis karya sastra.

Memang, sastra masuk sekolah tidak dimaksudkan agar peserta didik menjadi penulis, namun ajakan Toer bisa dimaknai pada sisi yang searah yaitu pada saat anak-anak membaca, anak-anak diarahkan untuk melakukan riset terhadap bacaan. Apa saja yang diriset? Anak-anak dapat mencari dan menemukan dimensi budaya, kebiasaan hidup, cara berpikir, pakaian yang dikenakan tokoh, makanan, kondisi sosial, ekonomi, teknologi, agama, sistem keyakinan, keadaban, dan lain-lain.

Baca Juga :  Almarhum HM Alwi Hamu, Tokoh Pers Nasional Akan di Makamkan Pattene

Semua itu melekat pada tokoh dan keseluruhan cerita. Anak-anak juga menemukan unsur-unsur pembentuk sastra lainya seperti pesan moral, bahasa, tema, dan nilai-nilai kehidupan, sebagaimana dikenal sebagai unsur intrinsik, karena karya sastra adalah ilmu pengetahuan, karya sastra memberikan kepada pembaca tentang pengetahuan dalam berbagai dimensinya.

Kegiatan membaca dan meriset bacaan sastra akan menjadi aktivitas yang menarik karena anak-anak menemukan pengalaman hidup.

Sebagai suatu contoh pada saat anak-anak membaca novel Bumi Manusia, mereka akan menemukan pandangan hidup para tokoh tentang dunia barat, tntang bangsanya sendiri. Mereka juga memperoleh pengalaman akan menjulangnya capaian teknologi negara barat, keluarga modern Eropa, pandangan guru-guru dari Eropa, peternakan susu sapi, asal-usul kata, cerita Tanah Jawa, juga pandangan-pandangan hidup tokoh seperti keseimbangan hidup, keberpasangan aspek kehidupan, batasan-batasan tindakan manusia hingga sikap nasionalisme bahwa orang pribumi harus memperhatikan tempat kelahiraannya, membangun dan mentransformasi bangsanya.

Bukankah aktivitas ini sungguh memberikan pengalaman keberadaban dan estetikal yang sangat berharga?

Temuan-temuan riset melalui kegiatan membaca pada kegiatan lanjut dapat digunakan sebagai sarana diskusi. Anak-anak dapat memperoleh informasi maupun tanggapan terhadap temuan dengana keragaman perspektif.

Hal itu dapat menumbuhkan rasa penghargaan dan toleransi terhadap teman-teman di kelas. Pembelajaran sastra dengan kegiatan tersebut dapat meningkatkan pemahaman terhadap aspek karakter dan budi pekerti.

Seperti kata Aristoteles, karya sastra melalui permasalahan dalam cerita yang dihadirkan dapat memberikan katarsis/penyucian jiwa bagi pembaca. Anak-anak tidak dibuat cengeng oleh penderitaan atau kesulitan, sebaliknya justru dipersiapkan jika menghadapi tantangan kesulitan atau penderitaan. Mereka dapat mengatasinya karena telah belajar dari karya sastra yang dibacanya.

Baca Juga :  Ketua IPW Teguh Sugeng Santoso Tekankan Pentingnya Sinergi Masyarakat, Media, dan Aparat Hukum

Pada akhirnya membaca karya sastra juga memungkinkan anak-anak memberikan tanggapan yang transformatif bagi kehidupan. Mereka belajar memberi kontribusi yang solutif dalam suatu masalah sehingga mereka mampu menjadi anggota masyarakat yang signifikan.

Di samping membaca, belajar karya sastra sebagaimana diungkapkan Toer, melalui kegiatan membaca, anak-anak sekaligus belajar tentang teknis menulis, misalnya menulis cerpen atau cerita panjang. Dalam aspek menulis, anak-anak diajak untuk melakukan riset di perpustakaan atau melalui sarana online, misalnya meriset tentang trend pakaian, makanan, olahraga, kemajuan teknologi, pendidikan, budaya anak muda, negara-negara di dunia, serta berbagai masalah sosial, ekonomi, iklim, politik yang sedang aktual.

Hasil riset ini dapat didokumentasikan dan menjadi sarana cerita. Dengan cara ini, hasil tulisan anak-anak akan menjadi tulisan yang mengandung lebih banyak lagi pengetahuan.

Berdasarkan pada uraian di muka, dapat disarikan bahwa membaca menjadi titik tolak pembelajaran sastra. Guru-guru yang telah membaca sastra pasti dapat meyakinkan betapa menarik dan bermanfaat ketika membaca karya sastra. Membaca karya sastra juga akan memperoleh ketenangan jiwa. Di dalam membaca sastra pembaca memperoleh berbagai kekayaan pengalaman hidup dan estetika melalui bahasa sastra yang imajinatif.

Oleh karena itu, pengajaran sastra akan lebih bermakna ketika peserta didik melakukan kegiatan kesastraan seperti membaca, meriset bacaan, meriset fenomena, serta belajar menulis karya sastra.

Melalui pembacaan karya sastra kecintaan terhadap buku dan wawasan ilmu pengetahuan dapat ditingkatkan, demikian pula dengan pembangunan karakter dan budi pekerti. Program sastra masuk kurikulum sudah semestinya didukung oleh semua pihak, mengingat pentingnya dalam meningkatkan minat literasi dan SDM bangsa Indonesia yang lebih maju, berkarakter , dan beradab.(Moko)

Tanggapi Berita Ini
Example 300250
Example 120x600