Oleh: Rasmin Jaya, Ketua DPK GmnI FISIP UHO
Faktual.Net, Kendari, Sultra – Ide Revolusioner itu bisa saja lahir dari kondisi dan situasi yang mencekam bahkan dari secangkir kopibisa menemukan banyak imajinasi dan inpirasi sebuah perubahan besar tapi praktek revolusi tidak akan pernah terjadi jika hanya minum kopi dan berpangku tangan melihat realitas yang ada. Namun mereka adalah dua hal yang tak bisa dipisahan bagi para pejuang-pejuang yang siap Idealis.
Kata adalah senjata, biarpun kebohongan berlari secepat kilat kebenaran pasti akan mendahuluinya dalam pembuka ini saya ingin mengatakan bahwa saya bukan Multatuli dalam buku Marx havelar sebagai makelar kopi, hantu dan pembunuh kolonialisme imperialisme yang membuka mata dan pikiran kita betapah kejamnya penghisapan dan perbudakan di masa sebelum Indonesia merdeka.
Saya juga bukan Lenin sebagai penyeru meletusnya Revolusi Rusia dengan ajaran marxismenya yang merebut kekuasaan borjuis dan kroni kroninya karena kekuatan utama mereka adalah modal, Puncak dan tahapan tertingginya adalah kapitalisme. Di situlah upaya kaum proleter menguasai alat-alat produks. Lenin pun mengatakan bahwa revolusi berharga ketika kita dapat mempertahankan diri dari segala godaan apapun. Memang seperti yang telah di tunjukan oleh revolusi tersebut , Ia mampu mempertahankan dirinya dan melindungi dirinya dengan cara yanag kuat. jujur saya kagum terhadap apa yang menjadi semangatnya, lebih dari itu dia banyak melakukan revolusi sosial, radikal dan mendalam.
Saya juga bukan Che Guevara yang melakukan perlawanan dan pemberontakan dengan bergerilya melawan imperialisme amerika. Saya bukan Tan Malaka yang menghendaki revolusi dengan kekuatan Aksi Massa sebagai metode perjuangan untuk merdeka 100 persen dengan usaha yang amat panjang dan rintangan yang amat berat.
Menjadi pelarian politik di dua benua dan dua samudra sebanyak 11 negara dan saya pun bukan Soekarno sebagai Penyambung Lidah Rakyat Indonesia dan Founding Father bangsa Indonesia yang menghendaki bahwa Revolusi Belum Selesai .
Tapi saya adalah diri saya sendiri yang melihat dan belajar dari sejarah masa lalu , Membaca biografi tokoh-tokoh besar. Sungguh, perasaan ini begitu jujur dan polos tapi saya tahu itu adalah perasaan dari hati yang penuh harap, akan selalu banyak kebaikan di hari esok. Tapi jika saya adalah bagian dari makelar cita-cita revolusi yang sadar atau pun tidak menjadi pencuci tangan semangat yang meratirkan orang lain tanpa di barengi semangat kolektif dan kesatuan nasib yang hadir dengan perasaan yang sama.
Sebagai kaum lemah dan tertindas maka itu tak lebih dari gerak spontanitas yang hadir dari kesadaran palsu karena sejatinya revolusi dan perjuangan tak menuntut ongkos dalam bentuk apapun, tidak juga kemapanan atau kemegahan, tidak pula nama baik atau jaminan di hari tua.
(Kutipan: Bang Icas). Revolusi juga bukan pesta di malam pengantin yang penuh bunga dan bidadari cantik. Tapi pada faktanya sekarang banyak tengkulak gerakan yang siap pragmatis dan menggadaikan aksi di mana setiap demonstrasi itu di selenggarakan atau menjadi pewarta kuasa yang siap tunduk ketika ada perintah, itu tak lebih dari kebusukan dan penghianatan yang siap di hunuskan dalam lubang busuk sejarah. Dunia memang ramai peran, jika melawan di sebut sebagai pemberontak .
Itu seakan hal yang lumrah di lakukan sampai kebaikan pun tak lagi mendaptkan tempat teduh dan aman. Padahal dalam lembaran sejarah banyak menemukan pejuang yang di ilhami oleh ide-ide patriotik , gagagan – gagasan besar dan perjuangan revolusioner . setidaknya diriku sadar memiliki gambaran seperti apa masyarakat dan dunia saat ini.
Bahkan tak hanya itu, di sana kita akan banyak menemukan orang-orang yang di bunuh, di culik dan di bredel karna telah mempertahankan alam dan bangsanya dari penjajahan.
Saya sempat membaca buku tentang sosok mereka meski itu buku hanya pinjaman. Kejayaan setiap perjuangan revolusioner yang ada saat itu mempunyai perjalanan yang panjang, apakah juga kekalahan yang kita rasakan akan terus berlarut larut dan terus melewati rasa pahit bahkan akan sangat pahit sekali, ingin ku beri contoh kejatuhan dan keruntuhan ekspansi kapitalisme juga mempunyai perjalanan panjang untuk berusaha berdiri kokoh sampai sekarang ini.
Berkali-kali jatuh berkali kali pula mengalami kebangkitan dan musuh besar kita ini, harus melakukan evolusi diri di sektor industrialisasi dan bermetamorfosis seperti apa yang dia inginkan dengan catatan dapat memberi keuntungan sebaik baiknya dan menghisap sebanyak-banyaknya. Dia hadir bagaikan dua keeping mata dua dengan siluman globalnya.
Namun sampai kapan Kapitalisme akan terus Berjaya dan terus melakukan Ekspansi (penguasaan wilayah jajahan) ?. Kapankah kita bisa mencapai Revolusi seperti dalam Trisaksti Bung karno “Masyarakat sosialisme dalam praktek yang adil dan makmur dengan berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam berbudaya” Selama kita diam kapitalisme akan terus hamil tua dan terus melahirkan bibit baru misalnya melahirkan pasar bebas yang bermain mata dengan oligarki untuk menguasai segala sektor ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan.
Itulah tantangan besar yang mengaku dirinya sebagai kaum kiri yang revolusioner. Lantas mengapa kita harus diam dan tunduk jika keadaan sekitar sedemikian jadinya, kita harus melakukan perlawanan dengan keras sejadi jadinya, di butuhkan konfrontasi dengan kekuatan yang begitu besar, untuk mengubah dunia yang sedang di kuasai ‘oleh sistem kapitalisme ( Nekolim ) beserta keturunannya saat ini, kita membutuhkan pemahaman dan kesadaran yang utuh, kita membutuhkan, konsep, pola, cara pandang dan metode yang utuh.
Dalam sejarahnya seperti apa yang telah di tulisakan di atas bahwa kiranya kita dapat memakai konsep marxisme sebagai pisau analisis perjuangan, memberikan penyadaran dan pemahaman untuk berjuang dan merebut hak-hak yang di rampas.
Kemenangan-kemenangan yang telah di raih di masa lalu oleh para pejuang revolusioner, tidak mudah, sangat sulit sekali dalam hal membuat keputusan, mengambil tindakan, harus ada yang pengorbanan, harta bahkan jiwa dan raga mesti kita berikan. Meski tak bisa kita pungkiri dalam setiap perjuangan itu kita selalu mendapatkan penghinatan.
Itulah kisah, perjalanan dan romantisme perjuangan di butuhkan kerja keras yang komitmen dan konsisten. Perlu di catat bahwa tokoh-tokoh besar dunia adalah orang – orang tekun, militan dan bersemangat tinggi. Tetapi juga seorang yang berani dan berkemauan keras, tak henti hentinya saya mengagumi mereka. Akankah kita dapat mengikuti jejak langkah mereka sementara gerak zaman dengan globalisasi dan modernisasinya mengikis semangat untuk bersatu dan semakin terpolarisasinya kesadaran kita untuk peka dan peduli terhadap realitas masyarakat.
Pejuang dulu banyak menunjukan keberanian melalui kondisi dan situasi yang sulit, untuk mencapai proses revolusioner Mengutip kata Mao Zedong dalam buku Revolusi Pemikiran karangan Hendry Madjid “Revolusi bukan pesta makan malam, bukan pula seperti menulis atau membuka tulisan”. Tidak bisa sesungguhnya semenyenangkan atau selembut itu. Revolusi adalah kerusuhan, sebuah tindakan keras dari suatu kelas yang menjatuhkan kelas lain.
Namun dalam perjalananya Karl Marx menyebutnya bahwa sejarah manusia adalah sejarah pertentangan kelas Proletar dan borjuasi. hal ini di tandai dengan meletusnya revolusi industry di prancis pada 1789. Kondisi industri prancis yang tidak stabil mendorong pemikir-pemikir pada saat itu membangun sebuah tatanan sosial yanag baru tanpa ada dominasi kelas satu sama lain.
Di Indonesia sendiri kita pernah terjadi suatu masa yang amat keji seperti perbudakan, penyiksaan. Akibat masuknya negara-negara asing, kolonialisme dan imperialisme melakukan ekspansi terhadap daerah-daerah jajahan yang mempunyai kekayaan SDA rempah-rempah, cengkeh dan lain sebagainya.
Proses dan perjalanan itulah yang membuat masyarakat pribumi sadar bahwa kita harus melawan dan bersatu, sebagai asal muasal munculnya organisasi kepemudaan pada tahun 1908 sebagai pelopor pergerakan dan juga guru bangsa yaitu Cokroaminoto dengan organisasi Serikat Dagang Islam dan Budi Utomo yang di pelopori oleh dokter Wahidin.
Meski bukan pelaku sejarah yang terlibat dalam perjalanan revolusi bangsa tapi saya merasa yakin dan sadar bahwa akan terjadi suatu masa kita akan berdiri kokoh dan kejayaan untuk mengelola sendiri sumber daya alam yang kita miliki.
Meski panjang perjalanan menuju Indonesia bersatu tapi pemuda pemudi kita membuktikan dengan kesamaan nasib dan cita-cita untuk mengusir bangsa asing maka pada tahun 1928 sebagai bukti untuk berjuang dalam kekauatan yang lebih besar, tak ada lagi ego sektoral dan kedaearahan, kita mampu meruntuhkan tembok-tembok yang memisahkan dan memecah belak kita untuk berjuang, berbangsa satu, berbahasa satu dan bertanah air satu. Itulah yang merekatkan keberagamanan hingga mencapai Indonesia merdeka 1945. Berbagai pergolakan pikiran dan fisik untuk tetap melanjutkan cita –cita revolusi.