Faktual.Net, Buteng, Sultra – Ribuan massa aksi yang terdiri dari berbagai aliansi mahasiswa Kecamatan Lakudo, Gu dan Mawasangka terus memaksa masuk di halaman kantor DPRD Buteng, Senin (12/10/2020).
Barikade keamanan yang terdiri dari Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol-PP) Kabupaten Buteng, aparat Satuan Polres Baubau, Sat Brimobda Sultra dan Satuan Polres Muna pun akhirnya membiarkan para peserta aksi untuk masuk dan bertemu para legislator Buteng.
Saat diskusi yang berlangsung di halaman kantor DPRD Buteng, sejumlah perwakilan massa aksi pun menyampaikan tuntutan yang sama, intinya mendesak pihak DPRD Kabupaten Buton Tengah segera menyatakan sikap bersama masyarakat untuk menolak Omnibus Law.
Salah satu perwakilan massa aksi, Mukhtar mengungkapkan bahwa Omnibus Law tidak sesuai dengan metode pelaksanaannya. Ia juga menilai, pengesahan Omnibus Law hanya akan menimbulkan desentralisasi kekuasaan yang cenderung memunculkan para koruptor, menguntungkan para penguasa, serta hanya menindas rakyat jelata maupun kaum buruh.
“Makanya hari ini kami meminta kepada DPRD Buton Tengah untuk bagaimana menyatakan sikap menolak Omnibus Law dalam bentuk tertulis di atas materai enam ribu,” ujarnya.
Setelah mendengarkan permintaan perwakilan massa aksi tersebut, Ketua DPRD Buton Tengah Bobi Ertanto, S.Pd kemudian angkat bicara bahwa pihaknya siap untuk mendengarkan apa yang menjadi substansi, keluhan dan keresahan masyarakat Buton Tengah.
Bobi juga menyatakan sebuah komitmen agar jangan ada dikotomi antara mahasiswa dan DPRD Buteng. Ia juga berpandangan bahwa DPRD sebagai penyambung aspirasi rakyat di tingkat daerah merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat atau mahasiswa.
“Aspirasi kawan-kawan adalah bagian dari pada aspirasi kami di DPRD Kabupaten Buton Tengah, itu poin pertama yang harus dicatat. Yang kedua, saya ingin sampaikan, bahwa di tengah pandemi Covid-19 yang melanda dunia secara global, regional, nasional, bahkan lokal di Kabupaten Buton Tengah, tiba-tiba akhir-akhir ini kita dikagetkan dengan keputusan tengah malam yang dilakukan oleh DPR RI,” ucapnya.
“Kita dilarang untuk melakukan curiga satu sama lain, tetapi kenapa ruang-ruang untuk kecurigaan publik menjadi terbuka di republik ini,” ujar Bobi yang disambut teriakan massa aksi, hidup DPRD Buton Tengah.
“Jadi, saya ingin sampaikan bahwa Undang-Undang Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja, ditengarai telah mencederai rakyat, khususnya kaum buruh,” sambungnya.
Pria asal Kecamatan Talaga ini juga mengungkapkan, ia bersama anggota DPRD Buteng lainnya merupakan bagian dari kaum buruh itu sendiri. Ia menuturkan pula, pendekatan dialogis di tengah pandemi Covid-19 harus tetap dikembangkan guna menjaga situasi Kabupaten Buton Tengah yang tetap aman dan kondusif.
“Kita kabarkan dari Buton Tengah ke pemerintah pusat, bahwa DPRD Kabupaten Buton Tengah menolak Undang-Undang Omnibus Law,” ungkapnya.
“Ini persoalan perasaan yang sama, yang akan dirasakan masyarakat dari Sabang sampai Merauke, sehingga tidak ada tawar-menawar, tidak ada lagi diskusi, Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja harus segera dicabut,” tambahnya.
Selain itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Buteng Sa’al Musrimin Haadi, SKM juga dengan tegas turut mendukung pernyataan Ketua DPRD Buteng untuk menolak Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja.
“Saya kira apa yang disampaikan oleh Ketua DPRD Kabupaten Buton Tengah sudah merupakan aspirasi kawan-kawan massa aksi, dan itu sudah menjadi keterwakilan seluruh anggota DPRD Kabupaten Buton Tengah. Oleh karena itu, saya tidak perlu berpanjang lebar lagi, kita tolak Undang-Undang Omnibus Law,” tutupnya.
Bersama beberapa perwakilan massa aksi, pihak DPRD Buteng kemudian membuat pernyataan sikap secara tertulis dan bertanda tangan di atas materai enam ribu. Sesuai permintaan massa aksi, pernyataan sikap secara tertulis tersebut selanjutnya akan diteruskan ke DPR RI yang berkedudukan di Jakarta.
Reporter : Anto Buteng