Oleh : Cecep Jumadi
Seperti kata Albert Einstein, carilah pengalaman sebanyak-banyaknya, itulah basis pengetahuan manusia. Satu hari satu setengah juta peristiwa. Catat itu. Dengarkan dan perhatikan, maka manusia akan belajar dari banyak peristiwa. Aku sadar, kali ini mungkin kata-kataku tak sebijak para filsuf, tulisanku barang kali tidak akan terstruktur dan sistematis. Tulisanku adalah narasi dari setiap kata yang penuh makna yang terucap dari para senior (alumni). Malam itu, 8 februari 2020 aku menghadiri undangan milad Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ke-73, milad itu mengusung tema “menjalin silaturahmi keluarga besar HMI Cabang Ponorogo Komisariat FITRAH”.
Sebenarnya sempat pesimis dengan usia HMI yang ke-73. “refleksi 73 tahun HMI” yang di muat dalam kolom rancah.com adalah salah satu kegelisahanku hari itu. Ntah mengapa, aku merasa silaturahmi bersama senior (alumni) mampu menggugah kembali semangat juang yang sempat meredup dipersimpangan jalan. Sepertinya kali ini aku harus sepakat dengan pernyataan yang mengatakan bahwa “silaturahmi adalah jembatan kasih sayang. Menjembatani dua sisi yang berbeda terhubung dengan jiwa kasih dan sayang. Silaturahmi itu meluaskan pikiran dan memperkaya sudut pandang”. Akhirnya Momen itupun aku abadikan lewat rekaman suara yang kemudian menjadi tulisan.
Setelah melakukan prosesi potong tumpeng dan doa bersama, dimulailah sarasehan dan diskusi bersama alumni. Mantan ketua umum HMI Komisariat FITRAH periode 2006-2007, Kanda sutekno dalam acara sarasehan itu bercerita, bahwa ada beberpa hal yang menjadi catatan penting ketika berproses di HMI (komisariat). Menurutnya Komisariat harus tetap menjadi laboratorium berpikir. Mahasiswa harapannya tidak terjebak oleh sebuah realitas yang berorintasi profit. Beliau sangat menyangkan proses kaderisasi yang mengarah pada insan politik sehingga seorang kader tidak tuntas dalam prosesnya.
Pada giriliannya, mantan ketua umum HMI Komisariat FITRAH periode 2009-2010, kanda soleh utomo juga turut bercerita terkait pengalamanya yang hampir di kudeta oleh anggotanya sendiri karena sempat meniggalkan komisariat beberapa bulan karena kuliah kerja nyata (KKN). Meskipun demikian, bukan berarti beliau tidak memiliki prestasi. Justru pada eranya HMI berada pada fase kebangkitan di perguruan tinggi. Revolusi putihnya berhasil menghijau hitamkan kampus dengan dibuktikkan eksistensi kader HMI di hampir setiap ormawa kampus.
Belajar dari pengalamannya yang terpaksa mengikuti basic trainig (LK I) beliau berpesan agar “dalam berperoses kita harus sedikit dipaksa karena dari keterpaksaan itu saya bisa menjadi saat ini”. Katanya. Aku jadi teringat kata-kata Tan malaka: terbentur, terbentur, terbentuk. Mungkin demikianlah makna dari keterpaksaan kanada soleh.
Meskipun ada pakasaan, bersyukur dan ikhlas, lirik hymne HMI tersebut seperti sesuai dengan pernyataan yang ingin kanda Yani sampaikan.
Beliau mengatakan beruntunglah kita yang ber-HMI. Karena dalam prosesnya banyak sekali pelajaran yang kita dapatkan yang itu belum tentu kita dapatkan di oranisasi manapun. Beliau berpesan jangan terlalu nyaman berorganisasi sehingga melupakan sisi akdemisnya. Harapanya kader HMI komisariat FITRAH bisa sukses antara HMI dan dunia kemahasiswaanya.
Bertolak dari perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan, kalimat “Man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu” menjadi kalimata pertama yang di ucapakan kanda suroto (mantan ketua umum HMI komisariat FITRAH periode 2005-2006) ketika memberikan wejangan kepada adek-adek komisariat.
Beliau merasa bahwa yang kurang dipahami kader HMI hari ini adalah HMI itu tujuannya apa? Dan kita itu seperti apa? Sehingga dalam pola perkaderannya monoton. Hal ini disebabkan kurangnya keberanian kader dalam melawan tradisi, padahal aturan main organisasi ini adalah konstitusi. Paradigma yang terjadi hari ini adalah mengikuti tradisi, “mbiyen ngene, saiki yo kudu melu ngene-ngene terus” katanya.
Terlepas dari persoalan perkaderan, beliau melanjutkan arti pentingnya kajian keislaman di komisariat. Sehingga outputnya ketika kita ber-HMI akan terbangun sisi-sisi keislamannya. Sejak dulu sisi keislaman HMI seakan terlupan. Kita terlalu sibuk memikirkan pergerkan hingga nafas keislamanya terlewatkan. Tentu hal ini tidak boleh terulang kembali.
Dari perguruan tinggi, dunia kemahasiswaan hingga sisi keislaman HMI hari ini memang memprihatinkan. Tetapi mengeluh tentu saja tidak akan merubah suatu keadaan. Kita harus punya keyakinan bahwa diusia ke-73 tahun ini. HMI harus semakin sukses. Saya jadi ingat sebuah istilah yang mengatakan, “dibalik lelaki yang sukses pasti ada wanita hebat dibelakangnya”. Demikian juga HMI dengan kohatinya. Dalam kesempatan malam itu yunda dian juga ikut memberikan motivasi kepada HMI-Wati agar tetap terus tumbuh dan bergerak. Beliau berpesan agar silaturahmi kohati lebih ditingkatkan lagi dan meningkatkan lagi diskusi tentang keperempuannya.
Tak terasa, sarasehan dan diskusi malam ini berjalan hingga pukul 11.30 lebih. Bermacam-macam cerita dan pengalaman serta sejarah dari masing-masing senior (alumni) pada masanya telah diceritakan. Tentu kita semua sepakat bahwa manfaat belajar sejarah dapat memberikan khazanah keilmuan bagi yang mempelajarinya. Oleh karena itu sejarah dapat dijadikan bahan pengajaran (refleksi diri) menuju masa depan yang lebih baik.
Mulai dari strategi perkaderan, pergerakan, diskusi keislaman, dan kebangsaan sudah banyak kita terima. Berbeda dengan kanda Rendra Satria Aji Wijaksono (mantan ketua umum HMI komisariat FITRAH periode 2012-2013) beliau lebih banyak menyinggung terkait ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu masif perkembangannya. Oleh karena itu perlu kiranya disfersivikasiperkaderan HMI sesuai dengan student needdan student interestsehingga komisariat menjadi the second of university.
Dalam hal kaitannya dengan eksistensi HMI. Kanda Rendra juga mengharapkan adanya pembaharuan-pembahauran dan inovasi yang dilakukan kader-kader FITRAH yang lebih mengarah kepada personal branding. Hal ini tentu akan menjadi aset pribadi dari masing-masing kader sehingga kader HMI tidak gagap pasca wisuda.
Semoga momentum silaturahmi ini bisa menjadi semangat kita bersama dalam mengemban tugas perkaderan. Seperti yang dikatakan kanda Ridwan Mudzakir bahwa yang perlu digaris bawahi adalah mari kita ingat kembali kata dari HMI itu sendiri. ada pertanyaan disitu tentang bagaimana kita harus berhimpun? Bagaimana sejatinya menjadi seorang mahasiswa? Dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai islam. Beliau berpesan agar kader HMI komisariat FITRAH jangan pernah puas dengan ilmu akademisnya, kader HMI jangan hanya cukup dengan S1, harus terus lanjut hingga S2 bahkan S3.
Oleh karena itu untuk mengaplikasinya sebuah ide dan gagasan tersebut tentu membutuhkan sebuah perjuangan dan strategi yang dilakukan bersama-sama. Demikianlah yang disampaikan kanda nurhadi (mantan ketua umum HMI komisariat FITRAH periode 2016-2017). Dalam lingkup komisariat, tugas seorang kader adalah meningkatkan keilmuannya yang dalam pengaplikasian kampus adalah sebagai kawah candaradimukanya. Kanda Riza Arifiansyah menegaskan arti pentingnya kesimbangan berproses antara di komisariat dan perguruan tinggi. Beliau juga berpesan agar kita jangan pernah patah semangat dan menjadikan islam sebagai landasan berpikir dan bergerak kader HMI komisariat FITRAH.
Pada akhirnya mari kita sama-sama merefleksikan dari apa yang sudah kita dapatkan, sehingga dalam prakteknya kita bisa menikmati proses di HMI dengan bahagia. Hal demikian juga disampaikan oleh kanda Imron Saifudin (mantan ketua umum HMI komisariat FITRAH periode 2011-2012) yang mengatakan: kegiatan-kegiatan dan masukan dari senior (alumni) “nek panjengan mampu silahkan dilaksanakan, lek gak mampu silahkan dipertimbangkan”. Ada pesan yang sangat filosofis dari beliau begini. “lek sapu kui iso ngge ngeresii seng reget mergo di iket” jika boleh saya mengartikan, sebenarnya inilah konsep yang dilakukan bangsa indonesia dalam merebut kemerdekaannya, sapu lidi yang diikat ibaratkan persatuan satu nasib dan seperjuangan bangsa dalam mencapai sebuah tujuan.
*Penulis adalah Anggota Biasa HMI Cabang Ponorogo Komisariat FITRAH, dan Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Ponorogo.