Example floating
Example floating
Example 728x250
Budaya

Tradisi Natal yang Unik Dihadirkan Yayasan Rumah Budaya Michiels dalam Pentas Budaya “Malam 24 di Roemah Toegoe”

×

Tradisi Natal yang Unik Dihadirkan Yayasan Rumah Budaya Michiels dalam Pentas Budaya “Malam 24 di Roemah Toegoe”

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Faktual.net – Jakarta Utara, DK Jakarta – Tradisi natal yang unik dihadirkan Yayasan Rumah Budaya Michiels dalam pentas budaya “Malam 24 di Roemah Toegoe”

Example 300x600

Tema acara “Meniti Literasi, Menata Budaya” terinspirasi dari penetapan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas Bahasa Kreol (Portugis) Tugu sebagai Warisan Budaya Tak benda (WBTb) dari Jakarta pada 22 Agustus 2024 dan merupakan WBTb ke-4 dari Kampung Tugu.

Lisa Michiels selaku Ketua Yayasan Rumah Budaya Michiels sekaligus sebagai pengagas acara “Malam 24 di Roemah Toegoe” berharap, “Kiranya acara ini dapat kami laksanakan setiap tahun sebagai bagian dalam melestarikan budaya Jakarta terutama budaya asli Kampung Tugu yang telah memiliki 4 Warisan Budaya Tak benda yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek, yakni musik Keroncong (dari) Tugu (2016), Tradisi Rabo-rabo, Tradisi Mande-mande (2019) dan Bahasa Kreol (Portugis) Tugu (2024),” ujarnya.

Tujuan penyelenggaran acara ini adalah untuk menjaga tradisi Malam Natal di Kampung Tugu yang sudah tidak lagi sepenuhnya dapat dilaksanakan.

Dahulu, orang-orang Tugu setelah beribadah Malam Natal di Gereja Tugu akan melakukan “naro kembang” ke makam leluhur di samping Gereja, setelah itu biasanya orang-orang Tugu akan makan malam bersama dengan menu-munu khas seperti gado-gado, sped, sup brenebon (pengaruh alkulturasi Manado) dan lain-lain. Tepat pukul 12.00 malam, keluarga per keluarga akan melakukan doa bersama yang dilanjutkan dengan saling mengunjungi sambil mengucap salam dalam Bahasa Kreol Tugu “Binti singku dia Disember, masdudi nas sior ja ti mundu. Libra nos pekado unga noti di kinta fera. Assi klar koma dia anji ni nos siordialegria” yang artinya “Pada tanggal 25 Desember, Tuhan kita telah datang ke dunia, untuk menebus dosa, dimalam yang cerah dan bersih, Tuhan memberikan sukacita yang besar.” Karena perkembangan Kampung Tugu, tradisi saling mengunjungi di malam Natal tidak dapat lagi dilakukan, karenanya “Malam 24 di Roemah Toegoe” menjadi tempat berkumpul bersama dan rumah bagi orang-orang Tugu yang sekarang tinggal jauh dari Tugu untuk pulang dan saling bertemu di acara “Malam 24 di Roemah Toegoe”

Lisa berharap acara ini menjadi daya tarik tersendiri untuk pengembangan wisata sejarah dan budaya di Kampung Tugu yang telah di tetapkan sebagai salah satu Jaringan Desa WIsata oleh Kemenparekraf sehingga tidak hanya menghidupkan ekonomi budaya namun dapat mendorong ekonomi kreatif bagi masyarakat di Kampung Tugu.
Lisa menambahkan bahwa, “Untuk mewujudkan Kampung Tugu sebagai salah satu tujuan wisata sejarah dan budaya di Jakarta membutuhkan peran banyak pihak yang dimulai dari masyarakatnya, Pemerintah, Pengusaha dan Akademisi,” ujarnya penuh semangat.

Pentas budaya “Malam 24 di Roemah Toegoe” menampilkan deretan penampilan menarik, mulai dari penampilan utama Krontjong Toegoe dan Krontjong Muda Indonesia yang memukau penonton dengan alunan musik keroncong klasik dan modern. Selain itu, pengunjung juga dimanjakan dengan penampilan OK Irama Jakarta, Gambang Kromong yang dikemas dengan drama musikal tentang kejayaan Sunda Kelapa Komunitas Kebaya Menari dengan keindahan dan keanggunan gerakannya, Samsara Ntrya yang mebawakan dua tarian “Topeng” dan “Topeng Gegot”.

Ada juga sajian istimewa tarian None Tugu. Acara dibuka dengan penampilan kelompok “The Force band” dan ditutup dengan kehadiran Bintang tamu “Marjinal” yang salah satunya membawakan syair sholawat dalam lagu “Malam Kudus”.

Yang unik dan menarik adalah Ibadah natal sederhana dengan iringan musik Keroncong dan narasi natal dalam Bahasa Kreol Portugis Tugu.

Dalam acara “Malam 24 di Roemah Toegoe” kali ini juga menjadi sangat Istimewa dengan kolaborasi Museum Sejarah Jakarta dan Living Museum Roemah Toegoe yang menampilkan Macina, alat musik mirip ukulele dari Kampung Tugu koleksi kedua museum.

 

Acara yang dihadiri berbagai kalangan masyarakat mendapatkan dukungan dari Sudin Kebudayaan Jakarta Utara dan turut dihadiri oleh Sekretaris Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, Ibu Titik Lestari, Kepala Bidang Perlindungan Dinas Kebudayaan Jakarta, Linda Enriany, Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Utara, Cucu Rita Sary, Kompol Fernando Sagarta Saragi Kapolsek Cilincing yang hadir mewakili Kapolres Jakarta Utara, Danramil Cilincing Mayor Inf Budi Wiyono dan Depika Romadi Camat Cilincing, Sukarmin dan Eka Persilian Yeluma masing-masing Lurah Semper Barat dan Lurah Sunter Jaya, Ardi Simpala,, Ketua Sahabat Kelapa, Ibu Dian Novita Susanto (Ketua Perempuan Tani Indonesia).

 

Lisa mengatakan bahwa langkah kecil yang dilakukan ini dapat mengisipirasi kampung-kampung Budaya di Jakarta untuk turut berkotribusi secara positif dalam perjalanan Jakarta sebagai kota global. Kampung Tugu sebagai salah satu kampung tertua di Jakarta yang telah ada sejak 1661 merupakan cikal bakal alkulturasi budaya Jakarta yang sangat kaya dan beragam.

Acara ini diharapkan dapat menjadi wadah apresiasi terhadap seni dan budaya Indonesia, khususnya budaya Betawi, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan warisan budaya bangsa.

Reporter: Johan Sopaheluwakan

Tanggapi Berita Ini
Example 300250
Example 120x600