Faktual.Net, Surabaya. Setiap tanggal 14 Februari banyak orang merayakannya sebagai Hari Kasih Sayang Sedunia (Hari Valentine), terutama kaum muda. Dengan tidak masuk ke dalam perdebatan “boleh atau tidak”nya merayakan Valentine, tokoh pengusaha Surabaya Sutjipto Joe Angga (SJA) melalui momen itu menyampaikan tiga pesan, masing-masing kepada generasi muda, orang tua, dan pemerintah.
Pertama, SJ Angga mendorong agar generasi muda tidak menyalah-artikan Hari Valentine sebagai ajang mengekspresikan kasih sayang dengan cara yang tidak elok apa lagi sampai melanggar norma agama.
“Jika ada yang merayakan Hari Kasih Sayang maka ia perlu memaknai kasih dengan arti yang sesungguhnya, yaitu kasih itu suci, jadi jangan sampai merayakan Valday dengan kultur yang berlawanan dengan etika ketimuran dan norma agama,” ucap Cak Angga saat makan siang dan diskusi rencana aktivitas baksos dengan para Pengurus Perkumpulan Marga Ang di Restaurant Nan Yuan, Tegalsari, Surabaya. Jumat, (14/2/2020).
Angga menambahkan, jumlah pengurus dan keluarga besar Marga Ang yang berada di kota Surabaya sekitar di atas sepuluh ribuan orang. Artinya, kegiatan baksos ini sangat bermakna dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Dilansir dari Timesindonesia.co.id, Angga mengatakan, Hari Valentine memang istimewa bagi sebagian anak muda, tetapi yang terpenting adalah hari kasih sayang itu seharusnya mendorong generasi muda memaknai kasih sebagai perasaan dan perilaku yang suci. Kasih adalah dorongan untuk menghormati sesama, memanusiakan manusia sebagai sesama ciptaan Sang Khalik.
“Kasih itu perasaan dan sikap menghormati orang lain, tidak mementingkan diri sendiri, bisa mengontrol emosi, bisa mengelola nafsu, juga rela berkorban bagi keadilan dan kebenaran,” ucapnya.
Alumni West College London itu mengatakan, kasih tidak melakukan yang tidak sopan. “Tindakan kasih itu mampu mengelola keinginan atau nafsu yang bisa termanifestasikan dalam perilaku tidak sopan.
Banyaknya kasus hamil di luar nikah seharusnya menyadarkan kita untuk kembali kepada makna kesucian kasih yang sesungguhnya, dan tidak mengulang kekeliruan yang sama,” ucap Angga.
Kedua, pesan bagi orang tua. Cak Angga mengatakan, “sebagai orangtua kita dipanggil untuk memberi teladan dan kasih sayang kepada putra-putri kita. Mereka butuh kehadiran kita sebagai orangtua.”
Maraknya aksi gangster beberapa waktu lalu di Surabaya merupakan bukti nyata perlunya optimalisasi peran orang tua dalam mendidik anak-anak mereka dalam kasih sayang, etika, dan keteladanan.
Anak-anak membutuhkan orang tua sebagai teladan nyata, sehingga orang tua didorong untuk melihat diri kembali, apakah perilaku dan tutur kata orang tua sudah menjadi teladan yang baik bagi putra-putri mereka, tebar Angga.
Ketiga, ia berpesan kepada pemerintah, jika pemerintah mencintai rakyatnya, maka pemerintah akan mengambil kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kebutuhan rakyat, termasuk mereka yang dianggap sebagai kaum minoritas.
Maraknya praktik intoleransi agama, menurut Cak Angga, sudah selayaknya tidak boleh terjadi lagi. Sebab, semua pemeluk agama-agama dan kepercayaan yang diakui di Indonesia mendapat jaminan dan perlindungan hukum dari UUD 1945 untuk beribadah menurut ajarannya masing-masing.
“Ini termasuk mendirikan rumah ibadah. Tidak boleh lagi ada penutupan rumah ibadah, apa lagi jika rumah ibadah itu sudah memiliki IMB,” pungkas Angga.
Pemerintah perlu lebih tegas menindak para pelaku praktik intoleransi di negeri ini agar tercipta kedamaian dan keadilan seperti yang kita cita-citakan bersama.
Pengusaha asal Surabaya itu mengatakan, kasih itu tidak mencari keuntungan untuk diri sendiri. Ketika oknum pejabat mencari kesejahteraan dirinya sendiri dengan korupsi, itu menghalangi kemampuannya untuk mengasihi masyarakat yang seharusnya ia layani.
Dalam momen Hari Valentine ini, SJ Angga mendorong agar cinta kasih menjadi dasar bagi pemerintah mengusahakan kesejahteraan rakyatnya. “Bila kita lebih mementingkan diri sendiri, maka kita akan tergerus oleh nafsu diri yang tak terkendali.
Kita bahkan akan berbohong, curang, memfitnah, dan menyebarkan hoaks untuk melayani kebutuhan diri kita sendiri. Oleh sebab itu, mari kita kembali kepada cinta kasih yang tulus,” tutup Angga. (lel/ari)