Oleh: La Nasrun Reli (Sekretaris Pengurus Wilayah Keluarga Alumni KAMMI Sultra)
Faktual.Net, Kendari — Demokrasi dan pemilu adalah dua elemen yang tidak bisa dipisahkan. Pemilu yang demokratis perlu dibangun dengan penguatan pada lima elemen diantaranya hadirnya regulasi yang jelas, peserta pemilu yang memiliki visi dan misi yang jelas, pemilih yang berkualitas, penyelenggara pemilu yang menjunjung tinggi integritas dan aparatur negara (ASN, TNI dan Polri) yang netral. Pemilu merupakan elemen terpenting dalam negara demokrasi.
Demokrasi dan pemilu adalah dua elemen yang tidak bisa dipisahkan. Pemilu yang demokratis perlu dibangun dengan penguatan pada lima elemen diantaranya hadirnya regulasi yang jelas, peserta pemilu yang memiliki visi dan misi yang jelas, pemilih yang berkualitas, penyelenggara pemilu yang menjunjung tinggi integritas dan aparatur negara (ASN, TNI dan Polri) yang netral. Pemilu merupakan elemen terpenting dalam negara demokrasi. Oleh karena itu, untuk mengukur demokratisnya sebuah negara bisa dilihat dari seberapa berkualitasnya pemilu di negara tersebut diselenggarakan.
Pemilu sebagai representasi kedaulatan rakyat. Pasca Orde Baru, Indonesia sudah beberapa kali menyelenggarakan pemilu diantaranya pemilu tahun 1999, 2004, 2009, 2014, 2019 dan 2024 yang akan diselenggarakan tanggal 14 Februari. Sebagai perwujudan sistem pemerintahan yang presidensial, Indonesia telah menyelenggarakan pemilu Presiden secara langsung sejak tahun 2004 hingga sekarang.
Pemilu pertama sejak awal Reformasi digulirkan dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 yang diikuti oleh 48 Partai Politik. Pemilu ini sebagai tonggak awal konsolidasi demokrasi di Indonesia setelah 32 tahun Indonesia hidup dalam keterkungkungan rezim orde baru yang dinilai otoriter. Keran demokrasi terkunci sehingga merampas hak kebebasan warga sipil dalam mengespresikan dirinya sebagai manusia merdeka.
Pemilu dimasa reformasi sejak 1999 – 2019 dianggap sebagai pemilu yang demokratis. Kekuatan pemerintah tidak lagi dominan dalam pengendalian pemilu. Tuntutan pembentukan lembaga penyelenggara pemilu yang sifatnya independen dan bebas dari tekanan kekuasaan adalah bagian dalam upaya menciptakan tegaknya demokrasi.
Pemilu merupakan pilar untuk mencapai kehendak rakyat. Rangkaian pelaksanaan pemilu tahun 2024 telah dimulai sejak 14 Juni 2022 ditandai dengan diterbitkannya Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022. Menjaga optimisme tentang masa depan demokrasi di Indonesia jelang pemilu 2024 dapat dilakukan dengan cara mengawal pemilu agar berlangsung dengan bebas dan aman dengan tetap memegang asas Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.
Masa depan demokrasi di Indonesia tidak hanya tanggungjawab pemimpin atau elit partai politik, tapi menjadi tanggungjawab semua pihak termasuk masyarakat sebagai pemilik suara dalam pemilu. Diperlukan keterlibatan masyarakat secara aktif untuk mengetahui rekam jejak kandidat pemimpin atau calon anggota legislatif dan melakukan pengawasan terhadap kontestasi politik lima tahunan.
Pemilu di Indonesia termasuk pemilu yang cukup kompleks karena melibatkan sumber daya dan logistik yang tidak sedikit. Untuk menjaga kualitas pemilu yang demokratis ada beberapa variabel yang perlu diperhatikan, diantaranya:
Kualitas dan kuantitas pemilih atau voter.
Persoalan klasik setiap pelaksanaan Pemilu adalah adanya warga negara yang berusia wajib pilih tapi tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT bisa memilih meggunakan KTP sesuai alamat yang bersangkutan melalui Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Meskipun bisa menggunakan DPK tapi hal ini tentunya bisa mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih dalam menyalurkan pilihan politiknya dan kredibilitas lembaga penyelenggara dipertaruhkan dari sisi keprofesionalan dalam menjalankan seluruh proses tahapan pemilu terkhusus berkaitan dengan pendataan hingga penetapan daftar pemilih tetap.
Jika ditinjau dari segi kualitas pemilih, seberapa besar pemilih mengetahui atau memahami secara detail visi dan misi para calon atau partai politik peserta pemilu. Sehingga para pemilih tidak terjebak menjadi pemilih tradisional yang hanya dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Netralitas penyelenggara pemilu dan aparatur negara
Komisi Pemiliha Umum (KPU), Bawaslu dan DKPP sebagai lembaga negara yang bertugas menyelenggarakan dan melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan Pemilu di seluruh wilayah Indonesia diharapkan tetap pada koridornya untuk selalu netral. Netralitas lembaga ini dapat menghindarkan pemilu dari berbagai pelanggaran dan manipulasi dalam proses pemilu. Selain itu, aparat negara meliputi ASN, TNI dan Polri sangat dibutuhkan. Hal ini bertujuan agar lembaga negara terbebas dari praktik politik praktis yang dapat mencederai demokrasi dan menjadi alat politik segelintir orang atau partai politik tertentu.
Jika netralitas KPU, Bawaslu dan aparatur negara bisa terjaga dengan baik, kita bisa memastikan bahwa pemilu berintegritas, berkeadilan dan mendapatkan kepercayaan publik bis pemilu di negara tersebut diselenggarakan.
Pemilu sebagai representasi kedaulatan rakyat. Pasca Orde Baru, Indonesia sudah beberapa kali menyelenggarakan pemilu diantaranya pemilu tahun 1999, 2004, 2009, 2014, 2019 dan 2024 yang akan diselenggarakan tanggal 14 Februari. Sebagai perwujudan sistem pemerintahan yang presidensial, Indonesia telah menyelenggarakan pemilu Presiden secara langsung sejak tahun 2004 hingga sekarang.
Pemilu pertama sejak awal Reformasi digulirkan dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 yang diikuti oleh 48 Partai Politik. Pemilu ini sebagai tonggak awal konsolidasi demokrasi di Indonesia setelah 32 tahun Indonesia hidup dalam keterkungkungan rezim orde baru yang dinilai otoriter. Keran demokrasi terkunci sehingga merampas hak kebebasan warga sipil dalam mengespresikan dirinya sebagai manusia merdeka.
Pemilu dimasa reformasi sejak 1999 – 2019 dianggap sebagai pemilu yang demokratis. Kekuatan pemerintah tidak lagi dominan dalam pengendalian pemilu. Tuntutan pembentukan lembaga penyelenggara pemilu yang sifatnya independen dan bebas dari tekanan kekuasaan adalah bagian dalam upaya menciptakan tegaknya demokrasi.
Pemilu merupakan pilar untuk mencapai kehendak rakyat. Rangkaian pelaksanaan pemilu tahun 2024 telah dimulai sejak 14 Juni 2022 ditandai dengan diterbitkannya Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022. Menjaga optimisme tentang masa depan demokrasi di Indonesia jelang pemilu 2024 dapat dilakukan dengan cara mengawal pemilu agar berlangsung dengan bebas dan aman dengan tetap memegang asas Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Masa depan demokrasi di Indonesia tidak hanya tanggungjawab pemimpin atau elit partai politik, tapi menjadi tanggungjawab semua pihak termasuk masyarakat sebagai pemilik suara dalam pemilu. Diperlukan keterlibatan masyarakat secara aktif untuk mengetahui rekam jejak kandidat pemimpin atau calon anggota legislatif dan melakukan pengawasan terhadap kontestasi politik lima tahunan.
Pemilu di Indonesia termasuk pemilu yang cukup kompleks karena melibatkan sumber daya dan logistik yang tidak sedikit. Untuk menjaga kualitas pemilu yang demokratis ada beberapa variabel yang perlu diperhatikan, diantaranya:
Kualitas dan kuantitas pemilih atau voter.
Persoalan klasik setiap pelaksanaan Pemilu adalah adanya warga negara yang berusia wajib pilih tapi tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT bisa memilih meggunakan KTP sesuai alamat yang bersangkutan melalui Daftar Pemilih Khusus (DPK). Meskipun bisa menggunakan DPK tapi hal ini tentunya bisa mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih dalam menyalurkan pilihan politiknya dan kredibilitas lembaga penyelenggara dipertaruhkan dari sisi keprofesionalan dalam menjalankan seluruh proses tahapan pemilu terkhusus berkaitan dengan pendataan hingga penetapan daftar pemilih tetap.
Jika ditinjau dari segi kualitas pemilih, seberapa besar pemilih mengetahui atau memahami secara detail visi dan misi para calon atau partai politik peserta pemilu. Sehingga para pemilih tidak terjebak menjadi pemilih tradisional yang hanya dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Netralitas penyelenggara pemilu dan aparatur negara
Komisi Pemiliha Umum (KPU), Bawaslu dan DKPP sebagai lembaga negara yang bertugas menyelenggarakan dan melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan Pemilu di seluruh wilayah Indonesia diharapkan tetap pada koridornya untuk selalu netral. Netralitas lembaga ini dapat menghindarkan pemilu dari berbagai pelanggaran dan manipulasi dalam proses pemilu. Selain itu, aparat negara meliputi ASN, TNI dan Polri sangat dibutuhkan. Hal ini bertujuan agar lembaga negara terbebas dari praktik politik praktis yang dapat mencederai demokrasi dan menjadi alat politik segelintir orang atau partai politik tertentu.
Jika netralitas KPU, Bawaslu dan aparatur negara bisa terjaga dengan baik, kita bisa memastikan bahwa pemilu berintegritas, berkeadilan dan mendapatkan kepercayaan publik bisa terlaksana.
Penetapan hasil Pemilu Sistem penyelenggaraan pemilu yang baik dan efektif tidak hanya sukses dalam melakukan pemungutan suara tapi juga mampu memastikan bahwa suara dari setiap warga negara terakomodir dan diperhitungkan dengan baik hingga penetapan calon terpilih.
Oleh karena itu, performa sistem penyelenggaraan pemilu yang baik dirancang sedemikian rupa guna meminimalisir adanya pelanggaran dan sengketa pemilu. Jika terjadi pelanggaran atau sengketa dalam pemilu setidaknya tersedia mekanisme kelembagaan penyelesaian sengketa yang kredibel, transparan, akuntabel, sederhana, efektif, efisien dan berkepastian dalam menyelesaikan keberatan dan sengketa guna memulihkan hak warga negara yang tercederai dan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu.
Untuk menjamin pemilu 2024 mendatang sebagai tonggak tegaknya demokrasi, diperlukan partisipasi semua pihak. Masyarakat sipil, elit partai politik, para calon yang berkompetisi perlu menyuarakan pentingnya pendidikan politik, pemilu yang damai dan sehat. Kampanye partai politik atau para calon baik calon anggota legislati, calon kepala daerah atau calon presiden perlu mengedepankan visi, misi dan program unggulan bukan sekedar gimik, pencitraan atau serangan pada kandidat lain.
Selain itu, untuk memperkuat sistem demokrasi kita kedepan perlunya penguatan kedaulatan rakyat. Pejabat publik hasil pilihan rakyat (anggota legislatif, Presiden ataupun kepala daerah) harus terbebas dari dominannya intervensi partai politik. Ketika pejabat publik hasil pemilu menjalankan tugasnya, partai politik tidak punya hak untuk mencampuri kebijakan pejabat publik ketika mereka menjalankan tugasnya dalam kerangka pengabdian pada masyarakat. Jika tidak, pejabat publik akan tersandra oleh kepentingan partai politik dalam menentukan arah kebijakannya ketika kehendak rakyat bertentangan dengan kepentingan partai politik.
Mewujudkan pemilu yang demokratis bukanlah perkara yang sederhana. Pemilu yang demokratis diselenggarakan dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, profesional, efektif, efisien dan berkepastian hukum. Panitia penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU, Bawaslu dan DKPP memainkan peranan yang sangat penting untuk menjaga pelaksanaan pemilu yang obyektif, fair dan bebas dari konflik kepentingan.
Untuk menjaga kualitas pemilu 2024 diperlukan mitigasi khususnya stakeholder pemilu untuk perperan aktif dalam menjaga integritas pemilu agar pemilu 2024 mendatang menjadi tonggak penegakan demokrasi di Indonesia. Pemilu kedepan diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang bisa membawa bangsa dan daerah menuju bangsa yang maju dan Indonesia emas 2045.