Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaOpini

Azhari: Pembentukan Moral Kader Kepemimpinan Suatu Bangsa

×

Azhari: Pembentukan Moral Kader Kepemimpinan Suatu Bangsa

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Ditulis Oleh: Dr. Azhari, S.STP.,M.Si

Example 300x600

Faktual.Net, Kolaka, Sultra — Negara-negara di dunia dipisahkan oleh dua garis batas yang jelas. Ada yang disebut negara maju dan negara miskin. Masi ada negara negara papan tengah, yang disebut negara berkembang. Negara maju didominasi negara-negara di kutub barat, yang sebelumnya berhasil menjajah negara-negara lain.

Mereka menyedot sumberdaya bangsa-bangsa yang dijajah dan menjadikan itu sebagai modal mereka untuk maksimal dalam pencarian iptek dan industri. Pasca mereka telah berhasil menjadi negara industri dan kutub bagi peradaban iptek.

Bangsa bangsa terjajah perlahan mulai dilepaskan untuk merdeka satu-satu. Tetapi mantan jajahan ini sejatinya tetap terjajah secara halus melalui penjajahan iptek, gaya hidup dan mindset berpikir.

Negara ex jajahan tetap menjadi pasar bagi prodak industri mereka, dan yang lebih parah mereka menjajah mindset berpikir warga negara ex jajahan dengan gaya hidup seperti mereka. Maka jadilah para new elit di ex negara jajahan berlomba untuk bergaya hidup seperti mereka. Ini biasa terjadi pada generasi pasca para founding father suatu negara yang baru merdeka.

Kepemimpinan seharusnya bertumbuh dari keteladanan sikap yang berjiwa besar, berpikir dan bertindak melampaui orang-orang yang ada dalam komunitasnya dalam gaya hidup, cara berpikir dan bertindak. Tentunya gaya hidup, berpikir dan bertindak untuk kebaikan komunitas masyarakatnya.

Kepemimpinan kuat biasa bertumpuh pada keyakinan ideologis yang kokoh. Misal keyakinan pada agama yg dianut, perangkat budaya masyarakat dimana sang kader pemimpin bertumbuh dan bergaul, juga pilihan terhadap aliran pemikiran dari para ideolog seperti Karl Marx, Lenin, Mao dengan faham ideologi sosialis komunis, para pemikir barat yang melahirkan faham dan Ideologi Kapitalisme dan Liberalisme. Serta beberapa yant juga bertumpuh pada keyakinan agama dan budayanya seprti, negara-negara muslim Arab, India dengan budaya Hiduismenya, dan lain lain.

Kita bersyukur para founding father telah merumuskan Pancasila sebagai asas bernegara. Dengan Pancasila, kita terlepas dari problem bernegara khususnya dalam asas dan bentuknya.

Masa awal merdeka kita sangat kaya dengan pemimpin panutan, sebut saja Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, Muh. Natsir, Kiai Haji Asy’ari, Ahmad Dahlan, Jendral Sudirman. Pasca mereka kita masi punya banyak tokoh berkarakter pejuang negarawan, Buya Hamka, Pak Harto, Gusdur, Ali Sadikin, Nurcholis Majid, Ir. Sutami, Baharudin Lopa, Hugeng. Semakin kesini makin minim yang sekelas mereka.

Baca Juga :  Pesta Bona Taon Seksi Ama HKBP Resort Ancol Podomoro Jakarta 2025, Siap Bertransformasi

Ada apa?, sejatinya ada yang salah dalam cara kita bersistem, menata negara bangsa dan khususnya dalam menata kekaderan untuk menuju tampuk kepemimpinan formal. Para pemimpin awal bangsa kita mereka memiliki basic yang kuat dalam pemahaman apa yg mereka bicarakan dan yang lebih kuat dari itu, mereka memiliki keluhuran budi serta ahlak dan sikap yang konsisten. Bung Karno kurang lebih 21 tahun presiden tapi kita tidak mendengar warisan bendawi yang dibawah dan ditinggalkan kepada keluarganya pasca mangkat.

Demikian juga Bung Hatta, dan rata-rata para pemimpin awal bangsa ini demikian. Kita juga melihat pak Harto yang kontroversial saat naik dan turunya. Tetapi yang kita petik dari beliau bahwa selama berkuasa bangsa ini eksis dan disegani bangsa lain. Saat berhenti beliau memilih sendiri untuk berhenti dan tinggal tetap di rumahnya tidak kemana mana. Apabila pak harto bertahan pada kedudukannya dipastikan banyak nyawa melayang dan perang antar anak bangsa akan terjadi.

Dia memilih mundur dengan tetap berada di rumahnya menyaksikan pro kontra atasnya di negeri yang pernah dikuasainya dengan sepenuhnya. Gus dur juga relah meninggalkan istana hanya dengan bercelana pendek dan kaos oblong, andai Gusdur berkeras dipastikan juga akan banyak korban berjatuhan. Mereka negarawan. Bagaimana Bung Karno, Bung Hatta, Pak Harto dan Gusdur dikader sebagai pemimpin.

Bung Karno dididik kuat oleh orang tuanya, ibunya sejak kecil menyebutnya putra sang fajar, dia telah ditanamkan umtuk menjadi fajar bagi rakyat bangsanya yang tertindas. Bagaimanapun ibunya adalah putri bangsawan dari salah satu kerajaan di Bali, demikian pulah ayahnya seorang terpelajar yang berprofesi sebagai guru.

Lanjut kuliah tehnik di ITB, dan mondok faham pergerakan pada HOS Cokroaminoto. Dari ibunya tergiang bahwa dia putra sang fajar, fajar bagi rakyat bangsanya yg terjajah. Maka Bung Karno adalah pemimpin yang merakyat dipuja oleh kaum rakyat bangsanya. Gurunya Cokroaminoto sang idealis yang sederhana dan mencurahkan pikir dan nafasnya untuk menjadi guruh bagi anak-anak muda yang diharapkan untuk membebaskan bangsanya. Tidak ada hedonisme materialistik dalam awal kehidupan beliau.

Bung Hatta, dari negeri minang yg demokratis, lanjut kuliah dinegeri Belanda. Beliau merasakan nasib bangsa terjajah, sarjana yang memang memiliki keilmuan kuat. Memiliki seabrek bacaan. Walau dididik di negara penjajah tetapi dia tidak silau dengan bendawi. Andai mau cukup bekerja pada pemerintah Hindia Belanda maka kehidupan seperti bangsa Eropa saat itu dapat diraihnya. Tapi tidak bagi beliau.

Baca Juga :  Satreskrim Polres Batang Gelar Sosialisasi Pencegahan Kenakalan Remaja di SMP N 1 Kandeman

Dia tetap anak bangsa yg terjajah dan harus berada dalam barisan yang berjuang untuk bangsanya. Sifatnya yang disiplin, kehidupannya yg sederhana tetap bertahan walau dia seorang wakil presiden. Saya beruntung masi sempat diajar oleh asistennya saat kuliah di UGM beliau Prof. Mulyarto. Sudah sepuh, tapi idealis sederhana dan disiplin serta kedalaman dan keluasan pengetahuannya. Saya berpikir asistennya saja begini bagaimana Bung Hattanya.

Pak Harto, jiwa juangnya sebagai pelaku pertempuran dengan penjajah jelas menjadikannya negarawan yg mencintai bangsanya. Gusdur juga jelas terdidik dalam lingkungan pejuang dan panutan bangsa ini.

Pasca mereka, saat ini. Kita mesti melihat kembali background para pemimpin kita. Mohon maaf sy tdk bermaksud mengulas yg lain juga pak Jokowi, karena tempat yg terbatas dan etika kita terhadap para pemimpin kita. Ada saatnya untuk menulis khusus tentang beliau beliau.

Saat ini kepeminan kita baik lokal dan struktur nasional, semakin sulit untuk kita menemukan kearifan hidup yang layak untuk ditauladani oleh generasi pelanjut. Apa yang salah dalam pengkaderan kepemimpinan kita ?. Apakah karena yang mengkader juga semakin sulit untuk dijadikan panutan. Atau karena dunia makin berubah, sehingga memang seperti zaman kita inilah sejatinya yg mesti menjadi adanya. Mungkin juga saya bagian dari generasi gamang yang masi sempat melihat figur-figur teladan nan arif bijaksana dan menemui zaman kini yang moderen. Ya. Saya pun masi belum mengerti.

Tetapi satuhal yang saya amati, kenapa perubahan-perubahan itu, terjadi pada generasi setelah generasi awal para pejuangnya ?. Mungkin karena pada generasi awal idealisme untuk bangsanya kuat. Mereka memandang ex penjajah adalah tirani dan mesti dilawan. Namun pada generasi pasca mereka yang sudah tidak mengalami masa-masa perbudakan dan penindasan, mulai menjiplak gaya hidup para ex penjajah. Maka jadilah bangsa itu terjajah kembali dengan model penjajahan baru. Ya, penjajahan mindset dan gaya hidup. Entahlah, sayapun belum siap berkesimpulan.

Penulis adalah: Rektor Universitas 19 November (USN) Kolaka.

Tanggapi Berita Ini
Example 300250
Example 120x600