Faktual.Net, Kendari, Sultra – Memorandum of Understanding (MoU) yang dibangun oleh pihak manajemen PT. Virtue Dragon Nikel Industry (VDNI) di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe dan DPP Lembaga Adat Tolaki (LAT) belum lama ini menuai pro dan kontra di publik. Beberapa oknum masyarakat Sultra bahkan pernah menuding MoU tersebut bersifat primordialisme sehingga berpotensi merusak semangat nasionalisme.
Menanggapi tudingan tersebut, Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Adat Tolaki (DPP LAT), Masyur Masie Abunawas menyatakan, MoU antara pihak PT. VDNI bersama DPP LAT telah dijamin Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD ’45) selaku kontitusi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta dijamin pula berdasarkan Konvensi Hukum Internasional (ILO dan PBB). Ia juga menegaskan, eksistensi masyarakat adat di suatu wilayah mesti dihormati.
“Kita tidak bisa nafikkan kebaradaan suatu masyarakat adat di suatu wilayah. Ini dijamin oleh konstitusi kita, eksistensinya mesti dihormati. Nasionalisme akan tumbuh dan kuat jika kita saling menghargai dan menghormati eksistensi suatu masyarakat adat, budaya dan tradisi masyarakat lokal. Yang salah itu primodialisme buta, dimana saling menjelekkan antara etnis atau suku,” ungkapnya dalam press release yang disampaikan Wakil Sekretaris Umum DPP LAT, Sutamin Rembasa, Senin (6/07/2020).
Mantan Walikota Kendari ini juga menerangkan, keberadaan dan eksistensi suatu masyarakat adat pun dijamin oleh konstitusi di Indonesia, bahkan secara global. Dijelaskannya, dalam Konvensi ILO 169, pasal 15 ayat 1 bahwa hak-hak orang yang bersangkutan dengan sumber daya alam yang berkaitan dengan tanah mereka harus dilindungi secara khusus. Hak-hak tersebut termasuk hak masyarakat untuk ikut serta dalam penggunaan, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam.
“Dalam deklarasi PBB tentang masyarakat adat atau UNDRIP, pada pasal 26 ayat 2 menyatakan bahwa, negara-negara harus berkonsultasi dan bekerjasama dengan itikad baik bersama masyarakat adat yang bersangkutan melalui lembaga perwakilan mereka sendiri untuk mendapatkan persetujuan mereka yang bebas dan terinformasi, sebelum persetujuan proyek apapun yang mempengaruhi tanah, atau wilayah mereka dan sumber daya lainnya, terutama terkait dengan pembangunan, pemanfaatan atau eksploitasi mineral, air atau sumber daya lainnya,” jelasnya.
“Pada Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, pasal 15 secara jelas menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban salah satunya, di poin (d) menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal. Lalu, pada Undang-Undang No.3 Tahun 2020 perubahan Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, dalam pasal 141 ayat 1 pada huruf (j), menyatakan harus memperhatikan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat,” sambungnya.
Menurutnya, berdasarkan beberapa aturan tersebut, maka hubungan kemitraan atau kerja sama yang telah disepakati oleh pihak manajemen PT. VDNI dan LAT sudah tepat.
“Jadi MoU itu sudah tepat. Ini salah satu bentuk penghormatan pihak perusahaan bagi masyarakat adat di sekitar perusahaan, yaitu masyarakat Tolaki. Penghormatan terhadap tradisi dan budaya serta kearifan lokal masyarakat setempat,” tutupnya. (Red)