
Faktual.Net, Wakatobi, Sultra – Polres Wakatobi Terkesan Lamban Dalam Kasus Penyelidikan kekerasan seksual terhadap gadis warga Desa Pajam, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi mengalami nasib buruk, di hari ulang tahunnya yang ke-19 tahun.
Pria bejat yang menjadi pelaku pemerkosaan tersebut ber insial (R) Kini sudah dilaporkan kepada pihak Polres Wakatobi. Sebelumnya kasus pemerkosaan seorang gadis terjadi pada pada hari Rabu, 22 Desember lalu.
Peristiwa pemerkosaan itu dilaporkan keluarga korban melaporkan pada 22 Desember 2021 ke Polsek Kaledupa dengan nomor registrasi laporan LP/26/XII/2021/Sultra/Res Wakatobi/Sek Kaledupa. Pakaian yang dikenakan korban saat kejadian sudah diserahkan ke Polsek Kaledupa, lengkap dengan hasil visum dari Puskesmas Kaledupa.
Tiga hari setelah kejadian, tepatnya tanggal 25 Desember 2021 lalu, Polres Wakatobi menyampaikan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan nomor SP2HP/38/XII/2012/Reskrim Sek.
Isinya adalah informasi bahwa polisi akan melakukan penyelidikan dalam waktu tiga puluh hari ke depan, dan jika diperlukan waktu perpanjangan penyelidikan dari perkembangannya, akan diberitahukan lebih lanjut.
Keluarga korban meragukan kinerja Intitusi Kepolisian dari Kapolsek Kaledupa. Sehingga melayangkan mosi tidak percaya dan meminta agar intitusi Polres Wakatobi dievaluasi atas lambatnya kinerja dalam penanganan kasus tersebut.
Tak hanya itu, ketika intitusi kepolisian dari polsek tidak melakukan tanggung jawabnya sebagai pihak keamanan dan ketertibaan dalam melakukan proses pencarian pelaku akan terkesan melakukan pembiaran.
“Kami keluarga korban sudah beberapa kali mengunjungi Polsek Kaledupa dan Polres Wakatobi untuk menanyakan penanganan perkembangan kasus tersebut. Namun saat ini laporan sudah lebih sebulan, belum ada perkembangan dan kejelasan untuk penyelidikan kasus itu,” ungkap Kakak kandung korban Kepada Faktual.Net Senin 24/01/2022 melalui via WhatsApp.
Keluarga korban, melalui Rizal Pajam berharap agar pihak kepolisian bisa secepatnya mencari dan menangkap pelaku pelecehan agar bisa di proses secepatnya, karena tiada yang menginginkan anaknya dibuat tidak manusiawi.
“Dengan pembiaran ini bisa memperluas gerak gerik si pelaku untuk mengamankan dan melarikan diri di tempat yang lebih jauh. Padahal sudah masuk laporannya sudah sebulan lebih tetapi masih belum ada keterangan yang jelas” ungkapnya.
“Jika kasus ini tidak ditindaklanjuti maka akan mendesak Polda Sultra untuk mengevaluasi kinerja kepolisian atas lambanya penanganan kasus tersebut” sambunganya.
Kronologis kasus tersebut diceritakan keluarga Bunga melalui Haidir muhari, kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sulawesi Tenggara.
Dari penuturan keluarga korban diketahui bahwa lelaki bejat R yang sudah beristri itu mengancam Bunga dengan badik (sejenis pisau tradisional masyarakat Sulawesi Selatan) dan memaksanya melayani nafsu setan R.
Di hari naas tersebut, tutur keluarga korban, Bunga hendak mengantar kiriman dengan menggunakan sepeda motor ke Pelabuhan Buranga, Kelurahan Buranga, Wakatobi. Saat itu pelaku, yang melihat Bunga hendak pergi dengan sepeda motor, meminta tolong untuk diantarkan ke Desa Tampara.
Tanpa curiga sedikitpun atas permintaan tetangganya yang hampir setiap hari berbelanja rokok di warung orang tua Bunga ini, korban menyanggupi permintaan R. Sebagaimana kebiasaan pada umumnya, tidak elok jika seorang perempuan menggonceng laki-laki, apalagi yang lebih tua, sehingga lelaki bejat berinisial R itu yang mengendarai motor dan korban duduk di boncengan.
Setelah mengantarkan kiriman ke pelabuhan, pelaku melajukan sepeda motor menuju Desa Tampara. Namun, belum sampai ke tempat tujuan, tepatnya di hutan Balasuna Selatan, ia menepikan motor lalu mengancam Bunga agar melayani nafsunya di tempat sepi tersebut. Dan, tragedi itupun terjadi.
“Usai melampiaskan nafsu bejatnya, lelaki itu memaksaku untuk tetap mengantarnya ke Tampara. Aku tak dapat berbuat apa-apa. Aku akhirnya harus menerima fakta yang mahaperihnya, bahwa kesucianku telah dirampas secara paksa tepat di hari ulang tahunku,” kata keluarga korban menirukan penuturan Bunga kepada mereka.
Sepulang dari Tampara, masih menurut keluarga Bunga, dengan berurai air mata, malu dan menanggung beban berat nan mahaperih, korban melajukan sepeda motornya menuju Desa Balasuna Selatan dan menceritakan semua yang pengalaman kelamnya kepada sahabatnya. Temannya itu kemudian memberitahukan tragedi yang dialami korban kepada bibi, saudara dari ibunya Bunga, yang tinggal di desa Balasuna Selatan.
Sampai hari ini Bunga terpaksa memilih mengurung diri di rumah keluarganya. Kadang-kadang di Desa Balasuna Selatan dan Desa Peropa. “Rasaku belum mampu untuk kembali ke rumahku di Desa Pajam, karena ada wajah bejat lelaki itu membayang di sana,” keluh Bunga seperti disampaikan keluarganya.
Bunga dan keluarganya sangat menyesalkan kinerja polisi yang terkesan mengabaikan kasus ini. “Laki-laki bejat itu masih menikmati kebebasannya menghirup udara segar. Sementara anak kami tengah dihujam dan dihujani trauma yang sangat mendalam. Entah sampai kapan traumanya itu dapat dia tanggungkan. Hingga kini tak ada pendampingan sedikitpun dari Polsek dan dari dinas terkait,” sesal keluarga korban yang merupakan bibinya Bunga.
Berita pelecehan seksual yang marak diberitakan di televisi, tak pernah terbayangkan menimpa Bunga di tanah leluhurnya yang indah ini, di gugusan pulau surga bawah laut yang harum namanya dan terkenal di seantero dunia, Wakatobi.
Sementara itu, informasi terbaru yang beredar lelaki bejat itu sudah melarikan diri dan tidak ada di Kaledupa. Masa depan Bunga di ambang kesuraman karena pilu dan trauma. Pada saat yang sama kebenaran, hati nurani, dan mata keadilan masih terus memilih bungkam, buta, berpasung-mematung, dan tak berbuat apa-apa.
Untuk itu, kini Bunga memilih bersuara melalui keluarganya. Selain untuk menegakkan keadilan atas perampasan mahkota kewanitaannya, juga untuk membuka mata semua orang, khususnya di tanah leluhurnya Wakatobi, agar tidak mentolerir kebejatan terhadap perempuan dengan cara apapun dan oleh siapapun.
Reporter: Kariadi