Faktual.Net, Kendari — Buton Tengah (Buteng) saat ini menghadapi situasi darurat terkait pelecehan seksual, sebuah masalah yang tidak hanya merugikan korban secara individu, tetapi juga mencerminkan kekurangan sistem perlindungan.
Riski Apriabi Pemuda Buteng, mengatakan kekerasan seksual di Buteng Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun 2024 tercatat sebanyak 14 kasus.
“Saya hitung dari bulan Januari sampai sekarang itu ada 14 kasus asusila yang terjadi di Buteng dan paling sering terjadi itu di wilayah Mawasangka,” kata Mahasiswa Jurnalistik UHO ini, Rabu (13/11/2024) di Kendari.
“Rentettan kasus ini, kita diingatkan bahwa ada satu kondisi dengan penekanan bahwa Buteng darurat kekerasan seksual saat ini,” sambungnya.
Risky meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak setempat harus turut Andil dalam melakukan pencegahan fenomena ini, apalagi korbannya didominasi anak perempuan dibawa umur yang masih labil.
“Jujur saja, fenomena ini yang menjadi keresahan saya,” ucap Riski.
Lebih lanjut, semua pihak dari aparat, politikus, masyarakat, tenaga pendidik, harus bekerja sama untuk mengatasi persoalan ini.
“Fenomena ini bukan hanya terjadi di ruang publik, tetapi juga di tempat-tempat yang dianggap aman, seperti sekolah, kantor, dan bahkan rumah,” jelas Riski.
Dengan hadirnya Polres Buteng cukup membantu untuk melakukan penanganan kasus pelecehan seksual dan memberikan efek jerah kepada pelaku predator kekerasan dan pelecehan.
Risky menjelaskan, fenomena ini sering didorong oleh ketidakseimbangan kekuasaan, norma-norma yang merendahkan perempuan, ketidakpedulian sosial, dan kurangnya kesadaran atau edukasi tentang batasan pribadi dan persetujuan.
“Maraknya pelecehan seksual juga terkait dengan kebijakan hukum yang tidak cukup tegas dan stigma yang sering kali menimpa korban,” ucap Pemuda Buteng Asal Kecamatan Mawasangka Tengah.
Riski berharap pemangku kebijakan di Buteng ada langka-langka solutif sebagai kepedulian sosial untuk memutuskan matai rantai kekerasan pelecehan seksual.
“Paling utama, Pemda harus menganggapi urgen masalah ini. Perlu ada ketegasan dari Pemda Buteng untuk bertindak peduli dan dorongan penyadaran sosial terkait fenomena tersebut,” tegas Riski.
Permasalahan kekerasan seksual di Buteng, Kata Risky, membutuhkan penanganan khusus secara khusus dan masif.
“Mulai dari pendidikan dan kesadaran masyarakat, penegakan hukum yang lebih tegas dan berpihak pada korban, pencegahan dan pemantauan di lingkungan kerja dan institusi pendidikan, mengubah morma dan budaya masyarakat, layanan dukungan Korban, pemanfaatan teknologi untuk keamanan,” jelasnya.
Untuk Itu, kata Risky, tidak bisa dilakukan sepihak, harus banyak unsur yang dilibatkan, sehingga dianggap serius untuk melakukan pentungnya edukasi.
‘Kalau kita amati kejadian di Buteng, kronologis kejadiannya para pelaku sudah tergolong nekat. Agar tidak ditiru aksi mereka, ketegasan itu penting, efek jerah itu harus dan sangsi sosial sangat perlu,” tutupnya.
Reporter: Fitri
Editor: Kariadi