
Faktual.Net, Kendari, Sultra — Draf Perpres tentang Tugas TNI Dalam Mengatasi Aksi Terorisme telah diserahkan ke DPR, Ruang Sipil kembali melakukan penolakan. Melalui Koordinator Ruang Sipil, La Ode Muhammad Safaat menuturkan bahwa Perpres tersebut hanya akan menjadi pembenar untuk melanggar HAM, Kamis (10/12/20).
Faat mengatakan, Perpres yang terdiri dari 15 Pasal ini tidak mampu menjelaskan secara rinci kapan dan dalam kondisi apa TNI bisa dilibatkan.
“Ukurannya tidak jelas, tidak diklasifikasikan kapan TNI bisa terlibat. Apakah ketika ancaman rendah, medium, atau tinggi. Kalau digeneralkan, maka potensi yang akan terjadi ialah abuse of power,” ucap Faat.
“Basic TNI ialah pertahanan dan perang. Dalam kerangka penindakan, pendekatan yang kerap digunakan ialah pendekatan operasi militer. Operasi militer bukanlah penegakkan hukum, melainkan seek and destroy” katanya.
Lebih lanjut, Faat menambahkan bahwa terorisme ialah murni tindak pidana, jadi secara otomatis pendekatannya ialah criminal justice system bukan war model. Diketahui, secar garis besar rancangan Perpres ini mengatur tentang peran TNI sebagai bagian dari OMSP (Operasi Militer Selain Perang). Fungsi TNI untuk melakukan penangkalan, penindakan, dan pemulihan. Pengerahan berdasarkan keputusan presiden. Anggaran bersumber dari APBN, APBD dan sumber lainnya yang sah.
“Perpres ini mengatur perlibatan militer secara penuh dan konstan. Mulai dari tidak adanya penjelasan tentang skala ancaman hingga persoalan yuridiksi yang menggeneralkan persoalan dalam negeri dan luar negeri,” jelas Faat.
“Kedua, Perpres ini memiliki persoalan hukum karena bertentangan dengan UU TNI dan UU Terorisme. Mulai dari mengenyampingkan peran DPR hingga sumber anggaran yang rancu sehingga akan makin membebani daerah,” sambungnya.
Mengenai OMSP, Faat mengatakan bahwa keterlibatan TNI semestinya diatur secara terbatas dan situasional.
Terakhir, Faat menyarankan agar pengesahan Perpres ini ditunda. Ia menilai, Perpres ini berpotensi membangkitkan ego sektoral antar lembaga negara dalam hal penanganan.
Reporter: Kariadi