Ekobis  

Gojek Vs Grab Dibisnis Transportasi On Line

Faktual.Net, Jakarta. Jumlah penduduk Indonesia mencapai 265 juta jiwa di tahun 2018, populasi ini menjadi daya tarik tersendiri terutama di Industri transportasi. Karena angka kebutuhan konsumsi dan mobilitas tinggi pula.

Oleh sebab itu industri transportasi online (ride- healing) tumbuh subur. Ada dua yang bertahan dan bersaing yaitu Go-jek , start-up unicorn asal Indonesia dan Grab dari Singapura perusahaan penyedia layanan ride- hailing terbesar di Asia Tenggara.

Spire Research and Consulting, salah satu perusahaan riset terkemuka global yang berpusat di Tokyo Jepang melakukan studi terhadap pengemudi dan konsumen untuk mencari tahu preferensi terhadap penyedia layanan transportasi online dari berbagai aspek seperti consumer awareness, frekuensi penggunaan dan preferensi dalam menggunakan e-money.

“Temuan paling menarik dari studi kami adalah adanya kecurangan (fraud) yang cukup besar dan bagaimana pandangan para pengemudi (driver) terhadap hal tersebut,” ungkap Jeffrey Bahar, Group Deputy CEO Spire Research and Consulting saat konferensi pers di salah satu kafe Jakarta, pada Rabu, 30/1/2019.

Berdasarkan hasil survey ‘Consumer Awareness’ yang dilakukan Spire Research and Consulting 75% dan 61% responden menggunakan Grab 6 dan 3 bulan terakhir. 62% dan 58% responden memilih Go-jek untuk kategori yang sama 6 dan 3 bulan terakhir. Dari data tersebut terlihat lebih banyak konsumen menggunakan Grab. Go- Ride masih menjadi pilihan utama pengguna transportasi online.

Tumbuhnya permintaan online food delivery tak lepas dari gencarnya promosi yang dilakukan oleh para penyedia platform pembayaran. Ovo aplikasi pembayaran yang digandeng Grab, unggul dalam pembayaran online to offline (O2O) untuk membeli pulsa dan pembayaran di gerai- gerai non makanan. Berbeda dengan OVO Go- Pay lebih sering digunakan di pembayaran kedai-kedai makanan-minuman (Go-Food) dan untuk membayar tagihan listrik.

Dibalik kemudahan dan kenyamanan yang di dapatkan konsumen ditemukan pula kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh driver. Fraud dapat menyebabkan kerugian bagi penyedia platform transportasi online, juga menjadi koreksi atas lemahnya sistem yang mereka miliki,” imbuh Jeffrey.

“Perkiraan ini masuk akal karena kami juga melakukan survey terhadap para pengemudi transportasi online, tahun 2018 para pengemudi Go-jek sendiri yang kami survey 60% diantaranya pernah melakukan kecurangan untuk meningkatkan jumlah order mereka yang tentunya berpengaruh terhadap bonus dan pendapatan harian yang mereka terima,” ungkap Jeffrey.

“Para pengemudi Go-jek yang pernah melakukan kecurangan mengatakan mereka melakukan karena menemukan celah yang dapat ditembus sistem Go-jek. Caranya dengan menggunakan aplikasi yang dapat memodifikasi lokasi (mod). Kalau di Grab lebih ketat sistem keamanan aplikasinya dan sistemnya mampu mendeteksi kecurangan para pengemudi serta adanya sanksi yang tegas dari manajemen. Saat ini keduanya berkembang pesat, di transportasi online maupun di online food delivery. Akan tetapi perhatian khusus harus diberikan terhadap aspek fraud/kecurangan demi menjamin perkembangan teknologi dan industri yang sehat,” pungkas Jeffrey.

Reporter : Rizal

Tanggapi Berita Ini