Faktual.Net, Tidore. Polemik akan pembangunan pedagang kuliner yang berpusat di kawasan pantai Tugulufa Kelurahan Indonesiana Kecamatan Tidore yang kerap menuai sorotan dari kalangan masayarakat, akibat pembangunan tersebut menggunakan katu sebagai atap dari bangunan itu sehingga dinilai kurang tepat.
Membuat kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tidore Kepulauan Yakub Husain kemudian angkat bicara, dia mengatakan rencana pembangunan tersebut sebelumnya telah diserahkan sepenuhnya kepada pihak ke tiga dalam hal ini PT. Mitra Arsitama Konsultan untuk dilakukan design. Sementara soal katu yang digunakan, itu sudah menjadi kesepakatan bersama antara pihak Disbudpar dan Pihak ke tiga demi mempertahankan kearifan lokal milik masyarakat Tidore.

“Bangunan itu beratapkan Katu karena kami hanya ingin mempertahankan khas Tidore, sehingga meskipun diera moderen saat ini, kearifan lokal milik masyarakat Tidore tidak hilang,” ungkapnya saat ditemui media ini di ruang kerjanya pada Kamis, 1/11/2018.
Lebih lanjut, Yakub menjelaskan bahwa alasan pihaknya membangun tempat kuliner dengan perpaduan bangunan moderen dan tradisional, sesungguhnya lebih pada aspek amenitas, sehingga dengan begitu dapat menarik perhatian para wisatawan yang akan berkunjung ditempat itu.
“Saat ini bangunan yang baru dibangun itu sebanyak 28 unit, dan anggarannya hanya senilai Rp. 1 Milyar lebih, namun kedepannya kami targetkan untuk dilakukan penambahan hingga mencapai 40 unit, jadi kalau sepanjang pembangunan itu tidak merugikan daerah maka tidak masalah, lagipula pekerjaan itu juga tentu telah diawasi oleh lembaga yang berwajib,” tambahanya.
Terpisah, Senada juga disampaikan Direktur PT. Mitra Arsitama Konsultan Muhd. Siraz Tuni, ST, M.Sc, dia mengatakan bahwa bangunan itu dilakukan berdasarkan pendekatan arsitektur serta merujuk pada regulasi tentang Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan, agar tidak terjadi pertentangan di kemudian hari.
“Soal katu ini sudah menjadi diskusi intens dikalangan tim ahli, dan tim ahli yang mengerjakan pekerjaan ini bukan hanya satu atau dua orang, meskipun ada beberapa pilihan yang didiskusikan seperti seng, spandek dan multiroof, tetapi katu yang dipilih,” tuturnya saat ditemui di ruang kerjanya
Alasan PT. Mitra Arcitama Konsultan memilih Katu, didasari berbagai pertimbangan, salah satunya yakni soal lokal wisdom, dimana untuk kawasan wisata yang berada di peisisr pantai hampir sebagian besar sudah menggunakan konstruksi moderen, sehingga kehadiran katu ini bisa menjawab perpaduan antara moderen dan tradisional.
“Kalau ada yang bilang katu itu tidak kuat dan mudah rusak beserta lain sebagainya, itu sebenaranya soal tekhnis pemasangan, dan saya selaku orang yang terlibat di perencanan meyakini bahwa katu juga sangat kuat untuk menahan terpaan angin, contohnya seperti pulau cinta di Gorontalo yang posisinya ditengah laut tanpa ada pohon disitu namun tidak bermasalah,” ujarnya.
Selain soal ketahanan, Katu juga dinilai memiliki nilai estetika, sosial dan ekonomi yang dapat menghidupkan kearifan lokal di kalangan masyarakat Tidore. Pasalnya, dari perpaduan moderen dan tradisional tentu mudah mempengaruhi daya tarik para pengunjung.
Selain itu, Katu juga bisa memberikan kenyamanan disaat musim panas maupun musim hujan, dimana ketika musim panas katu masih bisa memberikan kesejukan, dan dimusim hujan katu juga memberikan kenyamanan kepada pengunjung saat berbincang didalam bangunan itu, karena bunyi hujan juga tidak terlalu deras seperti yang digunakan pada Seng.
“Kalau soal ekonomis, kemudian dinilai murah sabar dulu, karena waktu pembelian itu kami order dengan ketebalan sesuai permintaan yang kami ajukan, selain itu dampak pembelian katu ini juga bisa bermanfaat bagi pedagang kecil khusunya pemilik Katu di Tidore,” tambahnya.
Sementara dari aspek lingkungan, Siraz menjelaskan bahwa dengan posisi pembangunan yang berdekatan dengan pantai, maka Katu tentu memiliki kelebihan tersendiri dan berbeda dengan seng, dimana katu bisa bertahan lebih lama karena mampu mengurangi tingkat pengaruh kadar garam air laut, sementara seng dalam jangka waktu satu tahun bisa saja berubah warna karena dipengaruhui oleh kadar garam air laut. Untuk itu target dari pembangunan tersebut, ada satu nilai sosial yang dijual ke pedagangan terkait dengan rasa memiliki atas bangunan yang ditempati, sehingga bisa dirawat dengan baik karena telah dianggap milik sendiri.
“Kalau hasil diskusi tim itu, katu bisa bertahan sampai lima tahun. Katu itu bisa rusak dalam jangka pendek kecuali orang itu merusaknya atau terjadi bencana besar yang menerpa di lokasi tersebut, jadi kami membangun tempat kuliner dengan menggunakan katu itu juga menggambarkan Tidore dimasa sekarang,” jelasnya.
Meski begitu, Siraz tetap berjiwa besar dengan menerima semua kritikan dan masukan yang diarahkan ke pihaknya terkait dengan pembangunan yang beratapkan Katu. Olehnya itu, berbagai masukan dan kritikan yang disampaikan akan dijadikan pihaknya sebagai bahan buat PT. Mitra Arcitama Konsultan untuk melihat apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan. “yang pasti kami tidak asal memilih untuk memutuskan memakai Katu,” singkatnya.